Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mencari cara mengurangi dampak negatif dari penerapan larangan ekspor mineral mentah. Salah satu caranya, mematangkan kerjasama strategis dengan perusahaan ekstraksi nikel asal Australia, Direct Nickel (DNi).
Russel Debney, Chief Executive Officer DNi menyatakan, DN1 bakal membangun pabrik pengolahan nikel di Buli, Halmahera, Maluku Utara. Pabrik yang akan mampu memproduksi 10.000-20.000 ton konsentrat nikel per tahun ini dibangun berdekatan dengan salah satu megaproyek Antam, yakni Feronikel Halmahera Timur (FeNi Haltim).
Rencana tersebut telah diungkapkan secara resmi oleh DNi kepada Bursa Efek Australia (ASX), akhir pekan lalu. Sebagai langkah awal, kedua belah pihak telah mulai studi kelayakan di pabrik pengolahan DNi di Buli.
Studi kelayakan tersebut ditargetkan selesai awal 2015. DNi menyatakan, pembangunan itu merupakan respon atas penerapan larangan ekspor bijih nikel oleh Pemerintah Indonesia.
Kebijakan ini tentu berpengaruh pada importir bijih nikel besar seperti China. DNi menilai, persediaan bijih nikel di sana akan menipis di tahun ini sebagai imbas dari kebijakan Indonesia.
Maklum, sekitar 20% pasokan bijih nikel dari Indonesia. Nah, DNi bersama Antam ingin mengail peluang dengan mengekspor konsentrat nikel ke negara yang tadinya banyak mengimpor bijih nikel dari Indonesia.
Konsentrat nikel, diklaim DNi, tidak kena larangan ekspor pemerintah Indonesia. "Kami tidak perlu meminta waktu yang lebih baik lagi untuk memulai perencanaan pembangunan pabrik komersial pertama di Indonesia bersama Antam," kata Russel, dalam keterangan resmi.
Rencana pembangunan pabrik ini puncak dari serangkaian kerjasama antaran Antam dengan DNi. Keduanya pertama kali menjajaki kerjasama lima tahun lalu, ketika Undang-Undang No. 4/2009 tentang Mineral dan Batubara dirilis. Pada 22 Juli 2013, Antam dan DNi pertama kali menandatangani kerjasama secara resmi dalam hal operasi pengujian pabrik (test plant) di Perth, Australia. ANTM menyumbang 200 nikel laterit untuk diolah menjadi nickel mixed hydroxide di pabrik DNi tersebut.
Buka cabang
Strategi Antam mengkompensasi larangan ekspor bijih nikel tak hanya melalui kerjasama dengan DNi. ANTM juga memperluas jangkauan pemasaran dengan membuka kantor perwakilan di Shanghai, China, pada Jumat (17/1) lalu.
Tato Miraza, Direktur Utama Antam menuturkan, kantor Shanghai akan memudahkan pemasaran tiga komoditas Antam, yakni feronikel, alumina dan batubara. "Kantor perwakilan Shanghai juga akan mempermudah dan mempercepat akses kesempatan kerjasama dan pencarian peluang pendanaan dari China," imbuh Tato.
Karena itu, tiga komoditas tersebut bakal menjadi andalan Antam. Target pertumbuhan penjualan pun cukup ambisius untuk ketiga komoditas tersebut. ANTM mengincar kenaikan volume penjualan emas sebesar 66% menjadi 13,6 ton di 2014, dari realisasi 2013 sebanyak 8,2 ton.
Sementara penjualan feronikel di tahun ini ditargetkan 20.000 ton nikel dalam feronikel (TNi). Target ini naik 11% dari realisasi 2013 yang sebanyak 18.000 TNi.
Toh, beban berat tetap dipikul Antam. Sebab, Antam akan kehilangan kontribusi ekspor bijih nikel. Per September 2013, penjualan bijih nikel menyumbang 33% dari total pendapatan. Karena itu, Yualdo T. Yudoprawiro, analis Samuel Sekuritas merekomendasikan jual saham ANTM dengan target harga Rp 940. Jumat (17/1), harga ANTM turun 1,47% ke Rp 1.005.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News