kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Analis: Tak ada January Effect di 2018


Senin, 01 Januari 2018 / 15:32 WIB
 Analis: Tak ada January Effect di 2018


Reporter: Riska Rahman | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai pergantian tahun baru, biasanya pasar saham selalu dikaitkan adanya efek di bulan Januari alias January effect. Namun, apakah mitos kenaikan harga saham di bulan Januari ini bisa terasa di tahun 2018 ini?

Sejak lama, pasar saham selalu diwarnai adanya mitos akan terjadinya January effect usai pergantian tahun. Hal ini diawali dari data di pasar saham Amerika Serikat yang menunjukkan adanya kenaikan harga saham dan indeks yang signifikan selama bulan Januari, memberikan return positif kepada para pelaku pasar saham.

Hal ini pun dipercaya juga terjadi di pasar saham Indonesia. Meski begitu, Analis Koneksi Kapital Alfred Nainggolan melihat January effect kali ini nampaknya tidak terjadi di pasar saham di tahun ini.

"Di Indonesia, bisa dibilang tidak ada yang namanya January effect. Yang ada malah window dressing Desember di mana selalu terjadi kenaikan return setiap Desember," ujar Alfred kepada KONTAN, Jumat (29/12).

Pasalnya, setiap Desember pada pengelola portofolio dan manajer investasi selalu memiliki kepentingan untuk mempercantik kinerja di tahun tersebut sehingga return positif justru terasa di akhir tahun. Usai aksi window dressing, para manajer investasi dan pengelola portofolio tak lagi memiliki kepentingan di awal tahun nanti sehingga potensi January effect kemungkinan tidak akan terasa di bulan ini.

Tak hanya itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang telah menyentuh rekor tertingginya di level 6.355 pada penutupan perdagangan terakhir di tahun 2017 juga membuat Alfred tidak yakin akan adanya January effect tahun ini. Dinaikkannya peringkat utang Indonesia oleh Fitch Ratings di pertengahan bulan lalu membuat IHSG terus melaju jelang akhir tahun dan membuatnya mencatatkan pertumbuhan sebesar 19,99% selama tahun 2017 ini.

"Di Januari ini yang ada nampaknya justru potensi koreksi teknikal dan potensi profit taking karena IHSG sudah naik sangat tinggi di tahun 2017 lalu," paparnya.

Meski January effect mungkin tidak terjadi, kenaikan selama semester pertama tahun 2018 nanti masih mungkin terjadi. Hadirnya sentimen-sentimen positif selama paruh pertama tahun ini memberikan potensi IHSG untuk terus meningkat di enam bulan pertama tahun ini.

Menurut Alfred, laporan kinerja keuangan emiten selama tiga bulan pertama yang akan dirilis di bulan April nanti bisa jadi salah satu katalis bagi IHSG untuk terus melaju selama semester pertama. Ia juga optimistis IHSG bisa mencapai level 6.900 sampai 7.200 di tahun 2018 mendatang.

Adapun, Alfred melihat ada beberapa sektor yang punya potensi untuk mendorong laju indeks di tahun depan. Di antaranya ialah saham sektor perbankan, komoditas, telekomunikasi, dan konstruksi. Saham-saham pilihannya pun jatuh pada saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Adaro Energy Tbk (ADRO), dan PT Medco Energi International Tbk (MEDC).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×