kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Analis nilai rights issue tak jitu perbaiki kinerja Matahari Putra Prima


Selasa, 27 Februari 2018 / 22:34 WIB
Analis nilai rights issue tak jitu perbaiki kinerja Matahari Putra Prima
ILUSTRASI. Matahari Putra Prima MPPA


Reporter: Grace Olivia | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2017 tampaknya bukan tahun yang baik bagi kebanyakan industri ritel, terutama bagi PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA). Berdasarkan laporan keuangan, induk usaha Hypermart ini mencatat kerugian senilai Rp 385,6 miliar hingga September 2017 lalu. Padahal, pada periode yang sama di tahun sebelumnya MPPA masih mampu meraih laba bersih Rp 32,6 miliar.

Secara bisnis, William Siregar, analis Paramitra Alfa Sekuritas, menilai, struktur keuangan MPPA memang terbilang tidak baik. Perusahaan yang beroperasi sejak 1986 ini memiliki rasio utang yang tinggi. Menurut data, debt equity ratio MPPA saat ini mencapai 200,26%.

Untuk itu, menurut William, MPPA harus fokus memperbaiki struktur keuangannya pada tahun ini. Salah satunya dengan melakukan rights issue seperti yang direncanakan pada April mendatang. MPPA berencana menerbitkan 1,95 saham baru dan membidik dana segar sebesar Rp 801,8 miliar. Sebagian besar dana tersebut dialokasikan untuk pelunasan utang.

Meski begitu, aksi korporasi ini tidak serta merta menjadi katalis positif bagi MPPA, meski akan mengurangi beban utang perusahaan.

Analis Danareksa, Adeline Solaiman, sepakat, rights issue tidak begitu berpengaruh terhadap prospek kinerja MPPA tahun ini. Dia lebih berharap perusahaan fokus menyusun langkah untuk menghadapi persaingan bisnis dengan ritel serupa dan mini market.

Sebab, salah satu faktor utama di balik kinerja buruk MPPA adalah ketatnya persaingan pada industri ritel toko serba ada (toserba). “Hypermart terbilang kalah saing dengan peritel serupa seperti Carrefour, Hero, dan Lotte Mart,” kata William, Selasa (27/2).

Selain itu, Adeline berpendapat, MPPA perlu mengatur strategi efisiensi. Pasalnya, hingga September 2017, kerugian operasional perusahaan tercatat naik drastis.

“Rugi operasional mencapai Rp 259 miliar. Padahal, pada periode yang sama sebelumnya cuma Rp 45 miliar,” katanya, Selasa (27/2). Senada, William juga berharap tahun ini MPPA menutup gerai-gerai yang dinilai tidak menguntungkan agar biaya operasional bisa berkurang.

Selanjutnya, daya beli masyarakat memang terus melemah sepanjang 2017. Hal ini membuat kinerja industri ritel secara keseluruhan melambat. Namun, menurut William, MPPA patut memanfaatkan peluang peningkatan daya beli masyarakat pada tahun ini. Beberapa perhelatan besar seperti Pilkada serentak, Asian Games, Piala Dunia, hingga rapat IMF yang akan digelar di Bali tahun ini diyakini bakal memperbesar konsumsi.

Oleh karena itu, William masih merekomendasikan hold saham MPPA dengan target harga Rp 350 per saham. Sementara, dengan target harga yang sama, Adeline memilih memberi rekomendasi jual saham MPPA.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×