kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Analis: Buy on weakness saham BCA


Senin, 18 September 2017 / 11:11 WIB
Analis: Buy on weakness saham BCA


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - Sejumlah direksi PT Bank Central Asia menjual sebagian kepemilikan saham di emiten berkode BBCA. Penjualan saham dilakukan pada 11-14 September 2017.

Keterbukaan BBCA di situs resmi Bursa Efek Indonesia, Senin (18/9), menyebutkan, pada 11 September lalu, Subur Tan menjual 100.000 saham BBCA dengan harga jual sebesar Rp 19.000 per saham. Ia kembali menjual 200.000 lembar saham BBCA pada 14 September 2017 seharga Rp 19.100 per saham. Sehingga kepemilikan Subur Tan di BCA tersisa 3,01 juta saham.

Direktur BBCA Henry Koenaifi juga melego sebagian saham BBCA miliknya. Pada 13 September lalu, ia menjual 20.000 saham seharga Rp 19.125 per saham. Kemudian, ia kembali menjual 20.000 lembar saham dengan harga penjualan Rp 19.100 per saham. Usai penjualan tersebut, jumlah saham BBCA yang dimiliki Henry menyusut menjadi 885.257 lembar.

Jahja Setiaatmadja juga ikut menjual sebagian sahamnya. Ia melepas 50.000 lembar saham di harga Rp 19.100 per saham. Saham BBCA yang dimiliki Jahja kini berkurang dari 8,66 juta saham menjadi 8,61 juta saham usai penjualan tersebut.

Reza Priyambada Analis Binaartha Parama Sekuritas menyatakan, adanya penjualan saham tersebut tidak banyak mempengaruhi persentase kepemilikan para direksi terhadap susunan pemegang saham. Aksi jual tersebut juga tidak banyak berimbas terhadap kinerja keuangan perusahaan.

"Adanya penjualan saham yang dilakukan oleh beberapa direksi BBCA masih wajar dilakukan untuk kepentingan pribadi masing-masing. Bukan diartikan kurangnya andil dari beberapa direksi tersebut terhadap perkembangan BBCA ke depan," terang Reza dalam keterangan tertulis, Senin (18/9).

Dari informasi yang diperoleh, Reza menyatakan, kinerja BBCA hingga semester pertama 2017 membukukan laba mencapai Rp 10,5 triliun atau meningkat 10% dibandingkan laba periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 9,6 triliun.

Adapun salah satu pendongkrak pertumbuhan laba BBCA dari penurunan biaya pencadangan. Pos ini menurun 53,3% per Juni 2017 menjadi Rp 936 miliar dari Rp 2 triliun pada periode tahun sebelumnya. Dengan kata lain, potensi akan terjadinya kredit macet kian menurun.

"BBCA tetap berupaya mencoba mengendalikan biaya operasional guna menekan tergerusnya laba. Selain itu, juga akan meningkatkan volume usaha atau pertumbuhan kredit perseroan," kata Reza.

Selain penurunan pencadangan, laba BCA juga ditopang pendapatan. Pendapatan bunga bersih dan pendapatan lainnya naik 4,9% menjadi Rp 27,4 triliun dari sebelumnya Rp 26,1 triliun. Pendapatan bunga bersih masih berkontribusi sebesar 74,3% terhadap total pendapatan operasional yang mencapai Rp 27,41 triliun. Sementara, penyaluran kredit BCA tercatat tumbuh 11,9% secara tahunan menjadi Rp 433,61 triliun pada paruh pertama tahun lalu.

Reza menyatakan, saat ini BBCA ditransaksikan pada kisaran 18.825-19.025 dengan terjadinya penurunan. Kebetulan penurunan terjadi setelah para direksi melakukan aksi jual periode 13-14 September. Adanya imbas dari kondisi pasar yang dibarengi dengan aksi profit taking membuat laju BBCA menjadi turun.

"Meski demikian, tren yang terjadi masih cenderung sideways selama beberapa minggu terakhir. Buy on weakness di kisaran 18.750-18.775 dengan asumsi mampu bertahan di atas 18.700. Support 18.675-18.700 dan resistance 18.975-19.100," proyeksi Reza.

Senin (18/9) pukul 10.51 WIB, saham BBCA diperdagangkan di Rp 18.900, naik 0,13% dari penutupan pekan lalu yaitu Rp 18.875 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×