Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Walau memegang porsi besar dalam usaha elektronifikasi jalan tol, namun pendapatan dari kartu e-money PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dinilai masih belum mencerminkan profitabilitas. Apalagi, tarik ulur regulasi dari Bank Indonesia masih menyebabkan potensi bisnis ini minim.
"Efek dari e-money belum terlalu besar tahun ini," kata analis Daniel Panggabean dari Kresna Sekuritas, hari ini (26/10). Apalagi, penetrasinya masih rendah dan emiten harus terus memantau perkembangan regulasinya.
Sebagai informasi, pada September lalu, Bank Indonesia menerima sejumlah aduan terkait terkait biaya isi ulang (top up) uang elektronik yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 19/8/PBI/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway). Pihak Ombudsman Republik Indonesia memanggil BI untuk mendengarkan keterangan dari pihak bank.
Usai pertemuan tersebut, BI mengatakan akan terus mencari solusi terkait pengenaan biaya top up e-money dan bakal tetap mengedepankan aspek perlindungan konsumen.
"Kita harus memantau perkembangan regulasinya, karena memang income-nya harus dari transaction fee, namun banyak pihak yang masih tidak setuju," jelas Daniel.
Namun demikian, mengutip laporan keuangan BMRI kuartal III-2017 yang cemerlang, Daniel melihat potensi pertumbuhan Mandiri terletak pada pinjaman kredit, terutama pada korporasi dan konsumer. Apalagi mengingat berbagai proyek pemerintah yang dipegang oleh bank pelat merah ini.
Dengan demikian, Daniel memberikan rekomendasi buy saham BMRI dengan target harga Rp 6.750 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News