Reporter: Aris Nurjani | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Vale Indonesia Tbk (INCO) catat kinerja keuangan yang baik di kuartal I-2022 di mana pertumbuhan laba bersih mencapai 100,77% secara tahunan menjadi US$ 67,6 juta di akhir Maret 2022.
Analis Bahana Sekuritas Timothy Wijaya mengatakan dalam risetnya Vale Indonesia (INCO IJ) merupakan anak perusahaan dari Vale S.A. (Brasil) yang bergerak di bidang pertambangan dan pemurnian nikel yang saat ini menghasilkan nikel matte.
Timothy memperkirakan pendapatan dan laba bersihnya akan tumbuh masing di 31,2% dan 48,8% didukung oleh prospek harga nikel yang lebih tinggi sebesar US$ 25.000 per ton pada sepanjang tahun 2022, dan peningkatan output produksi setelah menyelesaikan pembangunan kembali tungku 4.
Baca Juga: Analis Mirae Rekomendasikan Buy Saham INCO, Ini Alasannya
Menurut Timothy sentimen yang dapat membantu kinerja INCO dalam jangka panjang berasal dari 30% saham dalam proyek High-Pressure Acid Leaching (HPAL) dengan Zhejiang Huayou Cobalt Company Limited di Pomalaa untuk menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan potensi kapasitas produksi hingga mencapai 120 ribu metrik ton nikel per tahun.
"INCO diatur untuk mengakuisisi hingga 30% saham dalam proyek yang akan menghasilkan 120ktpa PLTMH di 2025," ucap Timothy dalam risetnya.
Selanjutnya INCO memiliki 49% saham dalam proyek Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) dengan Tisco dan Xinhai di Bahodopi dengan kapasitas perkiraan 73 ribu metrik ton nikel per tahun di Feronikel, dan INCO juga dikabarkan sedang mengincar proyek HPAL di Sorowako dengan kapasitas 60 ribu metrik ton nikel per tahun untuk memanfaatkan bijih limonit.
Timothy mengatakan, INCO sedang dalam tahap Final Investment Decision (FID) dengan mitranya Tisco dan Xinhai yang akan membangun smelter RKEF 73 ktpa di kawasan industri Xinhai, Bahodopi.
FID diharapkan selesai pada Juli 2022 dan konstruksi dimulai awal tahun depan dan mencapai COD sekitar waktu yang sama dengan proyek HPAL pada tahun 2025, di mana INCO memiliki 49% kepemilikan dalam proyek smelter RKEF.
Timothy menjelaskan kinerja INCO akan sensitif pada pergerakan harga nikel. Sebab 100% pendapatan disumbang dari penjualan nikel matte.
"INCO merupakan yang paling sensitif terhadap perubahan harga nikel di antara rekan-rekannya di mana setiap kenaikan atau penurunan US$ 1.000/ton pada harga nikel akan berimplikasi pada 5% sampai 15% kenaikan atau penurunan pendapatan dan laba bersih," tutur Timothy.
Timothy memperkirakan harga rata-rata nikel pada tahun 2022 sebesar US$ 25.000 per ton, ini berarti akan ada peningkatan sebesar 31,2% pada pendapat dan 48,8% dalam laba bersih.
Baca Juga: Vale Indonesia (INCO) Tegaskan Serius Percepat Proses Pembangunan Smelter Bahodopi
Sementara sentimen yang dapat menghambat kinerja INCO berasal dari perubahan peraturan pemerintah, produksi lebih rendah dari perkiraan dan penjualan, serta harga komoditas yang lebih rendah dari perkiraan.
Timothy menjelaskan, INCO sedang mengalami siklus produksi yang rendah sejak kuartal IV 2020 karena serangkaian pemeliharaan yang tidak direncanakan dan direncanakan, diakhiri dengan pembangunan kembali tungku 4 yang akan selesai pada Mei 2022.
"Oleh karena itu, kami mengharapkannya triwulanan produksi untuk dinormalisasi pada semester 2 2022 menjadi rata-rata historis 17,8 ribu ton nikel dalam matte dan produksi tahunan meningkat sebesar 8,7% CAGR pada 2022-2024,"Jelas Timothy.
Timothy merekomendasikan Buy untuk saham INCO dan TP sebesar Rp 8.700.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News