Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Anak usaha PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) memenangkan lelang menara PT XL Axiata Tbk (EXCL). Protelindo memborong 2.500 unit menara telekomunikasi EXCL senilai Rp 3,56 triliun.
Direktur Utama Protelindo Aming Santoso mengatakan, dengan penambahan 2.500 menara, jumlah menara milik Protelindo meningkat menjadi hampir 15.000 unit. "Kami tetap bisa menekan tingkat utang pada level rendah," ujar Aming, Selasa (29/3).
Ia mengatakan, selama beberapa tahun ini, EXCL telah menjadi mitra Protelindo. Keduanya juga menandatangani Perjanjian Induk Sewa Menara. EXCL akan menyewa kembali 2.432 menara yang dijual kepada Protelindo untuk jangka 10 tahun.
Kedua pihak menargetkan, transaksi ini tuntas akhir Juni 2016. Nantinya, Protelindo akan membayar EXCL dengan dana tunai. Direktur Protelindo Rinaldy Santosa mengatakan, dana untuk membeli menara EXCL sebagian besar berasal dari utang bank.
Protelindo mendapat komitmen pinjaman bank Rp 3 triliun. "Sisa pendanaan berasal dari kas internal perusahaan," ujar Rinaldy kepada KONTAN.
Berdasarkan laporan keuangan TOWR per kuartal III 2015, total liabilitas jangka panjang TOWR mencapai Rp 11,7 triliun. Utang jangka pendek sebesar Rp 2,3 triliun.
Ekuitas TOWR tercatat sebesar Rp 19,2 triliun. Dengan pembelian terbaru, jumlah menara TOWR kini lebih banyak ketimbang PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG).
Per Desember 2015, TBIG memiliki 11.389 unit menara telekomunikasi, 936 shelter-only, dan 64 jaringan DAS.
David Sutyanto, Analis First Asia Capital ,mengatakan, TOWR akan lebih mudah mengembangkan bisnis menara lewat akuisisi. "Perizinan membangun menara itu tidak mudah," ujarnya.
Penggunaan utang untuk mengakuisisi menara EXCL perlu diperhatikan. Menurut David, ekspansi TOWR akan lebih gencar usai pembelian menara ini. Dan margin laba TBIG masih lebih menarik.
Lucky Bayu Purnomo, Analis Danareksa Sekuritas menilai, saham TOWR belum tentu direspons positif karena investor masih memperhitungkan beban bunga. "Di jangka panjang masih akumulasi buy sektor ini," kata Lucky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News