Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Harga aluminium di China mencatat kenaikan mingguan paling besar dalam satu dekade. Harapan kuatnya permintaan serta kenaikan harga batubara dan adanya masalah logistik mendukung laju harga.
Mengutip Bloomberg, Jumat (28/10) Aluminium di Shanghai Futures Exchange berada di level 13.910 yuan (US$ 2.052) per metrik ton pada pukul 11.30 waktu setempat. Angka tersebut naik 2,8% dibanding sehari sebelumnya dan menanjak lebih dari 10% dalam sepekan terakhir, kenaikan terbesar sejak Mei 2006.
Aluminium bersama dengan komoditas logam industri menguat dengan dorongan spekulasi bahwa permintaan China akan cukup untuk mengimbangi perlambatan di pasar properti.
Analis Goldman Sachs Group Inc dalam riset Selasa lalu menuliskan jika penjualan properti China kemungkinan akan tetap menguat dalam basis tahunan, sementara kondisi infrastruktur secara keseluruhan tetap solid. Harga batubara baik thermal coal maupun coking coal yang digunakan sebagai bahan bakar pembuatan baja juga melonjak lantaran pasokan yang berkurang.
"Sentimen cukup baik sepanjang minggu ini," kata Daniel Morgan, Analis UBS Group AG di Sydney, seperti dikutip Bloomberg, Jumat (28/10).
"Kami semakin positif pada permintaan tahun ini, sehingga kami belum mengubah pandangan meski pasar sudah mengubah. Ada beberapa pengetatan pada sektor properti China, tetapi itu semua belum diterjemahkan dalam perlambatan aktivitas. Hal tersebut merupakan sesuatu yang harus dilihat baik dalam sepekan atau sebulan ke depan," imbuhnya.
Citigroup menyatakan harga aluminium menguat lantaran spekulasi lonjakan pada harga batubara akan meningkatkan biaya smelter. Sementara maslah logistik pada sistem kereta api China berpotensi memperketat pasokan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News