Reporter: Marantina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Di saat harga berbagai komoditas melandai, aluminium melenting sendiri. Kontrak pengiriman alumunium untuk tiga bulan mendatang, di London Metal Exchange (LME), menguat tipis, 0,7%, menjadi US$ 1.986 per ton, akhir pekan lalu (1/6).
Komoditas industri ini tersengat sentimen rencana penutupan tambang Norsk Hydro ASA di Australia. Norsk merupakan produsen aluminium terbesar ketiga di dunia, yang berasal dari Norwegia.
Tambang ditutup karena produksi yang melimpah, sedangkan permintaan sedang surut. Outlook ekonomi global yang masih suram, menjadi alasan buramnya proyeksi komoditas industri ini.
“Harga terakhir diharapkan bisa menarik pembeli. Mungkin ada resiko pelemahan lebih lanjut mengingat situasi di Eropa belum pulih,” ujar Pang Juan, analis Jinrui Futures, seperti dikutip Bloomberg.
Di akhir perdagangan, harga aluminium ditutup melemah lagi menjadi US$ 1.972,5 per ton. Bursa London tutup dua hari di awal pekan karena libur nasional.
Perkembangan ekonomi terakhir di China, AS, dan Eropa, menguatkan kekhawatiran pelaku pasar terhadap pelambatan pertumbuhan ekonomi global. Aluminium digunakan oleh perusahaan elektronik juga otomotif.
Kiswoyo A. Joe, Analis Askap Futures, menambahkan, dari analisa teknikal, potensi pelemahan aluminium masih cukup kuat. Indikator Stochastic sudah membentuk pola death cross.
Indikator Moving Average Convergence-Divergence juga memperlihatkan risiko penurunan sedang membayangi komoditas industri ini. Pekan ini, perkiraan Kiswoyo, aluminium akan bergerak di kisaran US$ 1.975-US$ 2.090 per ton. “Jika pekan ini ditutup di US$ 2.024, aluminium bisa kembali koreksi,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News