kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Aluminium dipoles Trump dan Tiongkok


Kamis, 02 Maret 2017 / 08:26 WIB
Aluminium dipoles Trump dan Tiongkok


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Isi pidato Presiden AS Donald Trump, yang mengajukan anggaran infrastruktur, menjadi angin segar bagi aluminium. Selasa (28/2), harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) naik 1,26% jadi US$ 1.924 per metrik ton. Bahkan dalam sepekan, harganya melesat 2,1%.

Analis Asia Tradepoint Futures Andri Hardianto membenarkan, harga aluminium menguat berkat pidato Trump yang menegaskan akan menggelontorkan US$ 1 triliun pada sektor infrastruktur. "Rencana ini bisa memperkuat harga aluminium dalam jangka pendek," ujar dia, Rabu (1/3).

Pembatasan volume produksi aluminium di China juga masih akan mendorong naik harga. Negeri Tirai Bambu tersebut telah memerintahkan 28 kota penghasil aluminium di daerah utara mengurangi produksi demi menekan angka polusi. Jika rencana tersebut berjalan, maka produksi dari 28 kota tersebut akan berkurang lebih dari 30%.

Memang, Januari lalu terjadi banjir pasokan aluminium dari China. Tetapi ternyata hal ini tidak berpengaruh signifikan terhadap harga aluminium. Produksi yang berlebih tersebut rencananya hanya akan disimpan dan tidak akan diolah menjadi produk lanjutan, sehingga pasokan aluminium global tetap tidak bertambah banyak.

Membaiknya indeks belanja sektor manufaktur Tiongkok di bulan Februari juga bisa menjaga harga. Indeks belanja manufaktur menembus level 51,7. Menurut Andri, dengan adanya pertumbuhan ini, sampai akhir Maret harga aluminium masih akan mengalami penguatan.

Tapi pelaku pasar perlu tetap waspada. Setelah kebijakan pembatasan volume produksi aluminium China berakhir di Maret ini, kemungkinan harga aluminium bisa kembali koreksi. Maklum saja, pasokan aluminium olahan dari China akan kembali normal. "Apalagi kalau pajak ekspor komoditas mineral di China dihilangkan, harga akan koreksi karena pasokan bisa melimpah," timpal Andri.

Secara teknikal, Andri melihat saat ini harga aluminium masih bergulir di atas garis moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200, yang mengindikasikan potensi penguatan. Peluang kenaikan juga diperlihatkan dari indikator relative strength index (RSI) yang berada di level 68,5 dan moving average convergence divergence (MACD) di level 0,05%. Hanya indikator stochastic di level 40,5 yang menunjukkan potensi pelemahan.

Dengan demikian, pada Kamis (2/3) ini harga aluminium diprediksi kembali menguat dan bergerak di kisaran US$ 1.895-US$ 1.930 per metrik ton. Sedangkan sepekan ke depan Andri menganalisis harga cenderung menguat dan bergerak di rentang US$ 1.850-US$ 1.950 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×