Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Harga surat utang negara (SUN) kemarin mulai terkoreksi. Pelaku pasar mulai melakukan aksi ambil untung setelah euforia quantitative easing ketiga (QE3) mulai surut. Namun analis optimistis, harga obligasi masih dalam tren menguat hingga akhir pekan.
Menilik data Himpunan Pedagang Surat Utang Negara (Himdasun), harga SUN, Selasa (18/9), sebesar 109,09. Angka itu turun 0,12% dari harga hari sebelumnya, 109,22.
Harga Senin (17/9) merupakan level tertinggi SUN sejak 9 Agustus. SUN yang menikmati kenaikan harga tertinggi terjadi adalah obligasi tenor panjang, seperti SUN seri benchmark FR0058 yang bertenor 20 tahun. Pada Selasa (18/9), harga FR0058 turun 0,02% menjadi 117,85.
Arus masuk dana asing ke pasar obligasi (SBN) tetap mengalir. Mengutip data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang per 13 September, dana asing meningkat Rp 3,43 triliun dalam sepekan, menjadi Rp 238,73 triliun.
Ekonom PT Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih, mengatakan, masuknya dana asing turut mendorong harga obligasi naik. Selain itu, risiko gagal bayar obligasi alias Credit Default Swap (CDS) juga mulai melandai. CDS obligasi dengan tenor lima tahun dan 10 tahun mencapai level terendah sepanjang tahun.
CDS obligasi lima tahun Senin (17/9) turun 0,14% dari hari sebelumnya di 130,31. Sementara tenor 10 tahun turun 0,35% menjadi 181,585.
Lana menuturkan, saat likuditas melimpah akibat QE3, obligasi menjadi instrumen yang paling banyak dipilih investor. Dia memperkirakan, hingga akhir pekan ini, harga obligasi masih berpotensi naik. Imbal hasil SUN bisa turun 20 basis poin.
Ezra Nazula Ridha, Vice President & Head of Fix Income PT Manulife Asset Management, mengatakan, euforia QE-3 dari The Fed akan menahan harga obligasi paling tidak sampai akhir pekan. Dia memperkirakan yield obligasi masih akan menurun hingga 30 bps. "Investor asing masih menjadi penggerak harga obligasi ini," ujar dia.
Waktu ambil untung
Analis sepakat, saat ini adalah waktu yang tepat bagi investor untuk profit taking. Menurut Lana, harga obligasi sudah terlampau mahal, hinga imbal hasil bisa menjadi tidak menarik lagi. "Perlu ada koreksi dulu di pasar obligasi untuk mencapai harga yang lebih sehat, dengan pelepasan obligasi," kata dia.
Menurut Lana, dampak QE-3 di pasar obligasi tidak akan sebesar dampak QE-1 dan QE-2. Saat itu, imbal hasil menurun tajam dan rupiah menguat drastis. Sementara saat ini penurunan imbal hasil belum diimbangi penguatan rupiah secara signifikan.
Dus, ini tidak menguntungkan bagi asing. "Namun saya pikir investor asing masih tertarik karena meningkatnya likuditas pasar," kata dia.
Sementara Ezra bilang, pekan ini harga obligasi akan naik terbatas. Karena, masih banyak investor yang ingin melepas obligasi. Aksi profit taking saat ini bisa menjadi strategi bagi investor untuk memaksimalkan keuntungan. Namun perlu dicermati, potensi pembalikan arus modal secara tiba-tiba.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News