Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - Manajemen PT Adhi Karya Tbk (ADHI) perlu memutar otak untuk merampungkan proyek light rail transit (LRT) fase I. Hingga akhir tahun, ADHI mematok target penyelesaian proyek ini berkisar 28%-30%.
ADHI perlu bekerja keras lantaran belum menerima dana segar senilai Rp 2 triliun yang diperoleh dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) melalui penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 2 triliun. "Belum (cair)," ujar Direktur Keuangan ADHI, Harris Gunawan kepada KONTAN, Jumat(15/9) akhir pekan lalu.
Jadi, saat ini ADHI masih menggunakan kas internal untuk mengejar target tersebut. Pada termin tertentu, biayanya baru akan ditebus oleh KAI. ADHI masih memiliki internal cash, pinjaman bank dan dana hasil obligasi.
Di semester I-2017, ADHI merilis Obligasi Berkelanjutan II Adhi Tahap I Tahun 2017 senilai Rp 2,99 triliun. Sebesar Rp 300 miliar dari perolehan dananya akan dipakai untuk penyertaan kepada PT Adhi Persada Beton (APB) demi mendukung proyek LRT. Sebagian dana hasil obligasi, atau Rp 1,69 triliun, secara langsung akan digunakan ADHI sebagai modal kerja operasional proyek LRT.
Dengan ketersediaan dana itu, Harris optimistis target penyelesaian proyek 30% bisa tercapai hingga akhir 2017. Saat ini, progress proyek LRT sekitar 19%, atau masih 11% lagi yang perlu dikejar ADHI.
Nilai proyek LRT secara keseluruhan sekitar Rp 22 triliun. Dengan target realisasi 30%, maka ada kebutuhan dana Rp 660 miliar. Proyek LRT fase I diharapkan bisa tuntas 100% pada awal 2019.
Kelancaran cashflow emiten konstruksi terutama pelat merah memang menjadi isu utama. "Sebenarnya ini sudah terjadi sejak lama," ujar Vice President Research and Analysis Valbury Asia Sekuritas, Nico Omer Jonckheere.
Ini sebabnya emiten konstruksi pelat merah terus memerlukan dana tambahan. Mereka sangat bergantung pada rights issue. Tak sedikit juga dana tambahan itu berasal dari instrumen pinjaman. Ini menjadi salah satu alasan kenapa margin emiten konstruksi pelat merah selalu kecil. "Dari dulu kecil dan akan tetap kecil," imbuh Nico.
ADHI misalnya. Per semester I-2017, margin laba bersih ADHI hanya sekitar 2,5%. Bandingkan dengan emiten konstruksi swasta, PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA). Di periode yang sama, margin laba bersih NRCA mencapai 10%.
Analis UOB Kay Hian Adrianus Bias Prasuryo bilang, sejatinya PMN akan membuat KAI lebih mudah mencari pinjaman untuk menutup kekurangan Rp 17,5 triliun yang dibutuhkan proyek LRT. Diperkirakan, di kuartal I-2018, dana sekitar Rp 4 triliun akan dibayarkan ke ADHI. "Tahun depan, ADHI punya pendapatan potensial Rp 11 triliun dari proyek LRT," ujar dia dalam riset 6 Agustus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News