Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten cukup ramai menggelar aksi pemecahan nilai nominal saham (stock split) sepanjang tahun berjalan 2023. Sebagian mendapat respons positif dari pasar, ditandai dengan laju harga saham yang masih melejit selepas stock split.
Terbaru, ada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) yang telah mendapatkan persetujuan pemegang saham untuk mengadakan stock split. Emiten big bank plat merah ini akan memecah nilai sahamnya dengan rasio 1:2.
Emiten lain yang akan menggelar stock split adalah PT Indointernet Tbk (EDGE). Emiten sektor teknologi yang juga dimiliki oleh Otto Toto Sugiri ini berencana untuk melakukan pemecahan saham dengan rasio 1:5.
Selain itu, ada PT Soho Global Health Tbk (SOHO) yang berencana melakukan stock split dengan rasio 1:10. Sejumlah emiten dari berbagai sektor telah mengeksekusi aksi stock split pada tahun ini.
Meliputi PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI), PT Temas Tbk (TMAS), PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU), PT Mandom Indonesia Tbk (TCID) dan PT MAP Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA).
Baca Juga: Stock Split Direstui, Begini Komentar Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BBNI)
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mengamati aksi stock split cenderung memberikan dampak positif. Harga yang lebih terjangkau pasca pemecahan nilai nominal saham bisa meningkatkan minat pelaku pasar, yang selama ini masih enggan masuk karena harga yang dianggap terlalu tinggi.
"Stock split juga berpotensi membuat pergerakan lebih atraktif terutama bagi saham-saham yang selama ini kurang likuid," kata Pandhu kepada Kontan.co.id, Rabu (20/9).
Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto melanjutkan, stock split berdampak positif untuk menambah likuiditas saham. Namun, dia memberikan catatan bahwa aksi stock split tidak selalu mendongkrak laju harga saham.
William mengingatkan, stock split hanya mengubah harga berdasarkan rasio pemecahan nilai nominal, tidak berarti mengubah prospek saham maupun tren pergerakan harganya. Dus, pelaku pasar mesti mencermati dua faktor penting jika ingin melirik saham stock split.
Pertama, secara teknikal investor tetap perlu cermat melihat tren pergerakan harga sahamnya. Jika sebelum stock split sudah mengalami uptrend, maka setelah split pun tren tersebut biasanya berlanjut. Begitu juga sebaliknya.
Baca Juga: Masih Punya Saham Treasuri Sisa Buyback, Ini Rencana AKR Corporindo (AKRA)
"Rata-rata respons pasar positif (terhadap aksi stock split). Namun kembali ke tren awal, karena kalau sebelum split sudah downtrend, maka setelah split bisa tetap turun harganya," terang William.
Kedua, kinerja dan prospek bisnis emiten. Saham-saham yang secara sektoral sedang naik daun akan menambah daya tarik, begitu juga sebaliknya. Sebab, rotasi sektor menjadi salah satu faktor krusial yang mengubah tren harga saham.
Kombinasi dari kedua faktor tersebut menentukan respons pasar terhadap saham stock split. Alhasil, tidak semua saham yang stock split tahun ini mencetak kinerja moncer. William melihat hanya sebagian yang terpapar respons positif, yakni BMRI, MIDI, MAPA dan TUGU.
Strategi Investasi & Rekomendasi Saham
Dengan mempertimbangkan analisa teknikal dan momentum sektoral emiten, William menilai tak masalah jika mengoleksi saham sebelum atau setelah stock split.
"Sepengamatan saya hasilnya sama saja. Karena nantinya harga pembelian misalnya dibeli sebelum split akan tetap disesuaikan dengan harga setelah split," jelasnya.
Pandhu menyarankan untuk menyesuaikan kondisi masing-masing saham. Contohnya untuk saham BBNI. Berkaca dari saham bank besar lain yang sudah stock split seperti BMRI, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), biasanya ada pergerakan positif sejak rencana stock split diumumkan hingga mendekati cum date.
Sehingga strategi yang dapat dipertimbangkan adalah mengoleksi jauh hari sebelum gelaran stock split terjadi.
"Untuk lebih tepat menentukan timing juga perlu dilakukan analisa prospek dan valuasi saat itu, karena elemen penting supaya dapat meminimalkan risiko dan memperoleh return optimal," terang Pandhu.
Pandhu menilai outlook BBNI masih kuat. Secara valuasi, BBNI juga masih relatif rendah jika dilihat dari rasio Price to Book Value (PBV) sebesar 1,2 kali, dibandingkan bank BUMN bigcaps lain yang sudah di atas 2 kali. Begitu pun rasio price earning BBNI yang ada di level 8,6 kali, di bawah bak BUMN bigcaps lain yang di atas 11 kali.
Sedangkan untuk EDGE, Pandhu menilai secara kinerja masih terbilang positif dan punya prospek yang apik.
"Namun jika dilihat dari likuiditas saham dan valuasinya agak mahal. Tren pergerakan harga saham juga masih cenderung turun sehingga peminatnya masih minim," ungkap Pandhu.
Di sisi lain, untuk saham-saham yang sudah stock split di tahun ini, Pandhu melihat BMRI, MIDI dan TUGU masih punya prospek positif. Sementara itu, William menyematkan rekomendasi buy untuk BBNI dan EDGE yang akan menggelar stock split. Di samping itu, saham MIDI, MAPA dan BMRI masih menarik.
Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora sepakat BMRI dan MIDI menjadi contoh saham yang mendapatkan respons positif dari pasar selepas aksi stock split. Respons sebaliknya dialami SMDR yang harga sahamnya masih melandai.
Untuk saham yang akan stock split, Andhika menjagokan BBNI yang punya fundamental apik dan market besar sebagai salah satu big bank. Bagi saham yang sudah stock split, Andhika menyarankan buy TUGU dengan target harga Rp 1.330 dan BMRI dengan target jangka panjang di Rp 6.500 - Rp 6.600 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News