Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun ini, sudah ada 33 emiten yang melaksanakan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Secara total, dana segar yang didapat dari IPO tersebut mencapai Rp 9,59 triliun.
BEI menyatakan, masih ada 18 perusahaan dalam pipeline IPO 2019. Dalam data yang diterima wartawan pada 10 Agustus 2019, dari jumlah itu, sebanyak 15 perusahaan yang masuk dalam pipeline IPO tersebut berasal dari beragam sektor, seperti properti, pertambangan nikel, penyediaan infrastruktur batubara, produsen lembaran baja, hingga agensi pemasaran digital.
Secara rinci, 15 perusahaan tersebut adalah PT Ifishdeco Tbk, PT Dana Brata Luhur Tbk, PT Itama Ranoraya Tbk, PT Bhakti Agung Propertindo Tbk, PT Telefast Indonesia Tbk, PT Trinitan Metals and Minerals Tbk, PT Meka Adipratama Tbk, PT Optima Prima Metal Sinergi Tbk, PT Gaya Abadi Sempurna Tbk, PT Saraswati Anugerah Makmur Tbk, PT Dynatai Tatapersada Sampurna Tbk, PT Nusantara Almazia Tbk, PT Gunung Raja Paksi Tbk, PT Alamanda Investama Tbk, dan PT Digital Mediatama Maxima Tbk.
Baca Juga: Tiga calon emiten akan IPO, sektor mana yang paling menarik?
Sejauh ini, nilai emisi terbesar berasal dari IPO PT Gunung Raja Paksi yang berkisar antara Rp 1,02 triliun-Rp 1,11 triliun.
Menurut Analis Panin Sekuritas William Hartanto, yang paling menarik adalah prospek saham Ifishdeco karena harga nikel sedang naik.
Bernada serupa, Kepala Riset Infovesta Utama Wawan Hendrayana juga mengatakan, harga nikel punya prospek cerah. Pasalnya, pemerintah sudah mengeluarkan aturan mobil listrik yang mana salah satu komponen baterainya menggunakan nikel.
Selain itu, menurut William, sektor yang bergerak di digital, yakni PT Digital Mediatama Maxima Tbk juga punya prospek bagus. “Karena pergerakan bisnis ke depan akan mengarah ke digital,” ucap dia, Selasa (3/9).
Untuk sisanya, ia menyarankan investor untuk wait and see.
Untuk sektor properti, William tidak menyarankan untuk berinvestasi jangka panjang.
Alasannya, ia melihat saham-saham sektor properti masih lesu walaupun Bank Indonesia (BI) telah dua kali menurunkan suku bunga acuannya.
Baca Juga: PT Gunung Raja Paksi tawarkan harga IPO Rp 825-Rp 900 per saham
Oleh karena itu, ia melihat para emiten properti yang akan IPO ini juga punya kemungkinan turut lesu. Terlebih lagi, menurut dia, perusahaan yang akan IPO belum terlalu dikenal masyarakat.
“Lagipula, di sektor properti masih ada isu pemindahan ibu kota yang belum jelas. Investor mulai khawatir tidak disetujui DPR,” kata William.
Sebaliknya, Wawan mengatakan, sektor properti termasuk ke dalam tiga saham yang diminati investor pada tahun ini, setelah keuangan dan infrastruktur.
“Secara minat tahun ini cukup meningkat karena saham-saham properti yang sudah listing juga valuasinya murah,” kata dia.
Ke depannya, saham-saham properti bisa berpeluang naik karena ada tren penurunan suku bunga acuan BI yang membuat minat masyarakat untuk mengambil kredit properti meningkat.
Di samping itu, Wawan juga melihat, nilai emisi yang diincar oleh salah satu emiten properti, yakni PT Alamanda Investama Tbk termasuk kecil, yakni hanya Rp 92,3 miliar-Rp 101,53 miliar.
Menurut dia, hal ini menunjukkan bahwa calon pengembang properti yang akan IPO ini lebih mengincar segmen menengah bawah dan punya skala bisnis yang kecil.
“Properti menengah bawah bisa menjadi diferensiasi karena kebanyakan emiten properti yang sudah listing di bursa adalah yang berkapitalisasi besar,” ucap dia.
Secara umum, ia melihat selama tiga tahun terakhir, kinerja saham-saham IPO tergolong bagus. Minat investor pada saham-saham IPO ini juga cukup tinggi. Hal itu terlihat dari rata-rata imbal hasil hari pertama hingga satu bulan setelah IPO yang masih positif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News