Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) memangkas target nilai pinjaman tahun ini. Emiten perkebunan milik Grup Astra ini hanya mencari fasilitas pinjaman baru senilai Rp 500 miliar. Jumlah itu lebih rendah dari rencana awal mencapai US$ 100 juta atau sekitar Rp 910 miliar.
Direktur Keuangan AALI, Santosa, mengatakan perusahaan hanya fokus mencari fasilitas baru guna menggantikan fasilitas lama senilai US$ 50 juta. Pinjaman lama ini berasal dari Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd. (BTMU) pada 2009. AALI sebenarnya belum pernah memakai fasilitas itu. Tapi pinjaman BTMU akan jatuh tempo pada Juli 2012.
AALI tak berniat memperpanjang fasilitas pinjaman BTMU karena strukturnya dianggap tak efisien lagi. Maklum, pinjaman itu diperoleh pada masa krisis finansial sehingga bunga yang harus ditanggung AALI cukup tinggi yaitu 3,5% di atas LIBOR. "Kami ingin cari fasilitas baru yang lebih efisien," kata Santosa di Jakarta, Selasa (17/4).
AALI tengah bernegosiasi secara intensif dengan beberapa bank asing terkait pinjaman barunya. AALI ingin pinjaman diperoleh melalui skema perjanjian dua pihak (bilateral), bukan skema club deal seperti fasilitas terdahulu. Targetnya, sebelum Juli nanti, pinjaman baru sudah bisa diperoleh.
Fasilitas baru itu kembali berfungsi sebagai dana siaga untuk menutupi kekurangan modal kerja perusahaan. AALI memang dihadapkan pada risiko fluktuasi harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Imbasnya, penentuan harga tandan buah segar (TBS) dari petani maupun harga CPO sulit diprediksi.
Pada kondisi itu, AALI membutuhkan dana siaga untuk mengantisipasi penurunan harga jual CPO di pasar internasional. "Kami tak memakai fasilitas dari BTMU karena harga tahun lalu bagus, tapi kami tak tahu pasti mengenai harga ke depan. Jadi, harus punya dana cadangan," ujar Santosa.
AALI sebenarnya sangat mungkin membutuhkan dana cadangan lebih banyak seiring rencana ekspansinya. Saat ini, AALI mencari lahan baru seluas 20.000 hektare (ha) di Papua. Lahan ini akan dipakai untuk bisnis baru AALI, yaitu perkebunan tebu.
Perseroan juga sedang berancang-ancang menggarap bisnis baru, yaitu perkebunan karet. Tapi AALI belum menginformasikan kebutuhan lahan yang sedang dicari.
Presiden Direktur AALI, Widya Wiryawan, menambahkan pihaknya tetap berminat masuk ke dua bisnis baru itu. Namun, sampai kini AALI belum bisa menentukan jadwal pasti aksi diversifikasi ke dua sektor itu. "Mencari lahan memang susah, kami belum pastikan itu sampai benar-benar dapatkan lahannya," kata Widya.
Dua rencana itu tentu menyedot dana besar jika benar terwujud. Tapi manajemen tak bersedia membeberkan dana untuk menyokong ekspansi itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News