kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Utang emiten BUMN meningkat


Jumat, 13 Juli 2018 / 06:45 WIB
Utang emiten BUMN meningkat


Reporter: Dian Sari Pertiwi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah utang BUMN kembali mengemuka dalam rapat antara DPR dan para petinggi BUMN pekan ini. Sebelumnya, banyak pihak menyatakan utang BUMN yang lebih besar ketimbang utang pemerintah sudah masuk level bahaya.

Berdasarkan penelusuran Kontan.co.id, sejumlah emiten pelat merah memang mencatatkan kenaikan debt to equity ratio (DER). Ini terutama terjadi pada emiten BUMN yang terlibat dalam proyek infrastruktur.

DER PT Adhi Karya Tbk (ADHI) misalnya, tercatat sebesar 3,59 kali di kuartal I-2018, naik dari 2,69 kali di periode yang sama tahun sebelumnya.

PT Jasa Marga Tbk (JSMR) juga mencatatkan kenaikan DER jadi 3,46 kali di kuartal I-2018 dari 2,61 kali di periode yang sama di 2017. DER PT Waskita Karya Tbk (WSKT) juga naik dari 2,39 kali menjadi 3,54 kali.

Kenaikan DER juga dialami maskapai nasional, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). DER emiten ini naik 3,25 kali pada kuartal I-2017 menjadi 3,54 kali di kuartal I-2018. Sekadar info, ambang batas rasio DER yang dianggap sehat adalah 3 kali. 

Pencadangan minim

Kenaikan DER terjadi akibat beban utang berbunga yang dikempit masing-masing emiten, baik dalam bentuk utang bank maupun obligasi. Utang bank jangka pendek GIAA misalnya, naik menjadi US$ 1,01 miliar di kuartal I-2018 dari US$ 868 juta per Desember 2017.

Selain itu, emiten BUMN memang rajin mencari pendanaan dengan menerbitkan obligasi tahun ini. JSMR misalnya, beberapa waktu lalu menerbitkan Komodo Bond Rp 4 triliun.

Menurut Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee, kinerja emiten BUMN secara umum masih bagus. Cuma, emiten pelat merah kerap ditodong menambal defisit anggaran, melalui pembayaran dividen. "Dividend pay out ratio-nya cukup besar, mengakibatkan pencadangan kas jadi sedikit," jelas Hans, kemarin. Ini membuat emiten BUMN harus mengandalkan utang bank dan obligasi untuk ekspansi.

Meski utang membesar dan DER meningkat di atas level ideal, Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali menilai porsi utang emiten BUMN masih aman. Dia menyebut, kinerja emiten BUMN, terutama yang terlibat proyek infrastruktur, tertekan karena sistem turnkey.

Ini membuat emiten harus menyelesaikan pekerjaannya dulu baru mendapat pembayaran dari pemerintah. "Sekarang ada beberapa proyek yang harus selesai menjelang Asian Games, kalau selesai akan ada pembayaran," ujar Frederik.

Analis menilai sejumlah saham emiten BUMN masih menarik dikoleksi. Hans menyarankan, investor jangan hanya mncermati indikator leverage, tetapi juga prospek sektor bisnisnya. "Jika prospek sektornya bagus dan marginnya bagus, emiten akan mudah menutup utang," jelas dia.

Hans menilai, emiten BUMN yang bergerak di sektor infrastruktur, konstruksi dan perbankan masih cukup menarik. Tapi, cermati pembayaran atas proyek yang berjalan.

Frederik punya pendapat beda. Ia menilai margin sektor perbankan akan tertekan kenaikan suku bunga. Karena itu, investor sebaiknya wait and see terhadap sektor perbankan. Menurut Frederik, saham PTBA dan ANTM lebih menarik karena kenaikan harga komoditas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×