kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Saham tambang masih tertekan kebijakan pemerintah


Senin, 25 Mei 2015 / 05:56 WIB
Saham tambang masih tertekan kebijakan pemerintah
ILUSTRASI. Bank Indonesia (BI) akan melanjutkan kebijakan makroprudensial longgar pada tahun 2024. REUTERS/Willy Kurniawan


Reporter: Benedictus Bina Naratama | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Pemerintah telah menerapkan kebijakan pelarangan ekspor bijih mineral dan menerbitkan kebijakan formula penetapan harga patokan minerl (HPM) logam. Harga ini akan menjadi landasan untuk menetapkan royalty.

Komoditas mineral logam yang diatur antara lain nikel dan kobalt, timbal dan seng, bauksit, besi, emas dan perak, timah, tembaga, serta mangan dan krom. Asia merupakan pasar regional terbesar untuk nikel dengan mewakili 65% dari total permintaan dunia. Adanya peraturan ini diprediksi akan memperbaiki harga nikel dunia seiring dengan pembatasan bahan mentah untuk industry nikel di Cina yang sangat bergantung pada bijih nikel Indonesia.

Untuk mineral timah, pemerintah juga akan mengetatkan regulasi ekspor timah dengan menyiapkan standar kualitas dan pengemasan dari produk timah. Indonesia berniat untuk membatasi produksi timah menjadi 45 ribu ton di 2015 dengan tujuan untuk mengurangi timah illegal di masa mendatang. menuturkan regulasi ini akan membawa perbaikan pada struktur indsutri timah domestic yang pada akhirnya akan memperbaiki harga timah.

Salah satu emiten sektor mineral, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), kinerjanya diprediksi oleh Hasan analis Ciptadana Securities masih akan terkena dampak negatif dari implementasi peraturan pelarangan ekspor bijih timah oleh pemerintah. Perusahaan berplat merah ini sangat bergantung pada penjualan emas atau 48% dari seluruh penjualan dan nikel sebesar 45%. Sisanya disumbang oleh perak, batu bara, bauksit, dan mineral lainnya.

“Di tahun 2015 ini, perusahaan diperkirakan akan tetap menerapkan efisiensi tinggi. Rampungnya proyek P3FP akan membawa pada  cash cost nikel yang menurun berkat moderenisasi fasilitas operasional dan volume penjualan nikel yang akan meningkat,” jelas Hasan dalam riset 4 Mei 2015.

ANTM diprediksi akan membukukan pendapatan perusahaan yang prositif hingga akhir 2015 sebesar Rp 320 miliar seiring dengan Avarage Selling Price (ASP) yang meningkat. Dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, pada kuartal I-2015 ini perusahaan memperoleh kinerja perusahaan yang positif. Volume produksi nikel dan emas meningkat sebesar 36%YoY dan 6%YoY. Begitu juga dengan volume penjualan emas yang naik 63% YoY.

Komoditas emas merupakan kontributor terbesar dari total penjualan pada kuartal I-2015 sebesar 68% senilai Rp 1,94 triliun. Meskipun begitu, di saat yang sama ANTM juga membukukan rugi bersih sebesar Rp 240 miliar.

Sedangkan PT Timah Tbk (TINS) menurut analis Buana Capital, Suria Dharma dalam riset 12 Maret 2015 diperkirakan akan mengalami penurunan laba dan penggunaan  timah yang akan terbatas di masa mendatang seiring harga timah yang terus menurun pada tahun ini. Dalam 10 tahun terakhir penggunaan timah di seluruh dunia berjalan datar dengan CAGR yang hanya 0,71%. Selain itu harga timah telah turun menjadi $ 18 ribu/ton di Februari 2015.

“Produksi timah dan volume penjualan TINS telah menurun dalam enam tahun terakhir,” ujar Suria.

Saat ini, 97,4%% sales revenue dari perusahaan disumbangkan oleh timah, namun dalam enam tahun belakangan, produksi timah telah menurun dari 45.086 ton di tahun 2009 menjadi 26.500 ton di 2014 dengan CAGR -10,08%. Di sisi lain, volume penjualan timah telah jatuh dari 49.40 ton di 2009 menjadi 26.119 ton di 2014.

Di tahun ini, pemerintah berencana menerapkan kuota ekspor timah yang dapat menolong kinerja perusahaan.  Langkah ini diambil untuk meningkatkan harga timah yang rendah. Pemerintah akan menerapkan kuota ekspor timah sebesar 45 ribu MT per tahun. Kuota ini hanya 68,2% dari total produksi timah Indonesia sebesar 66 ribu MT. TINS mempunyai kualitas produksi timah yang lebih baik dibandingkan pesaingnya sehingga perusahaan akan diuntungkan.

“Kinerja yang kurang baik akan diperbaiki oleh TINS dengan masuk ke bisnis properti dan rumah sakit,” ungkap Suria.

Perusahaan memiliki tanah seluas 176 ha di Bekasi yang akan digunakan untuk bisnis properti.selain itu, yayasan Rumah Sakit Bakti Timah rencananya akan diubah statusnya menjadi rumah sakit.   

Adapun Analis Trimegah Securities, Wilinoy Sitorus dalam riset 6 Mei 2015 menyebutkan jika PT Vale Indonesia Tbk (INCO) memperoleh hasil pada kuartal yang cukup bagus mengingat harga nikel yang sedang menurun. Pada kuartal I-2015, INCO berhasil memperoleh laba bersih $ 25 juta atau naik 36% YoY dari $ 18 juta pada tahun 2014. Pencapaian ini dibukukan di saat depresiasi harga nikel yang mencapai $ 14.000/ton di kuartal I-2015. Keberhasilan INCO ini ditopang oleh cost efficiency yang dicapai oleh perusahaan dengan mengurangi konsumsi bahan bakar.

“Untuk itu, INCO diprediksi akan mampu memperoleh target produksi di tahun 2015 ini sebesar 80 ribu tone,” ujar Wilinoy.

ASP perusahaan naik sebesar 7% YoY atau menjadi $11.745 / Metrik Ton (MT). Namun, produksi nikel menurun 11% YoY menjadi 17 ribu MT dengan volume penjualan yang melemah 7% YoY ke level 18 ribu MT. Penurunan volume penjualan ini membuat revenue menurun tipis di 1% menjadi $ 211 miliar.

Proyeksi target produksi ini didapat dari perhitungan produksi pada kuartal I-2015 yang mencapai 22% dari target tahunan. Selain itu, investasi perusahaan dan penambahan capex diperkirakan akan lebih besar untuk tahun-tahun mendatang seiring dengan kontrak kerja INCO yang telah diubah. Dengan demikian besar kemungkinan izin usaha perusahaan akan diperpanjang hingga tahun 2045. Sebelumnya kontrak kerja akan berakhir pada 2025.  

Perpanjang izin usaha ini akan menjamin kapasitas produksi yang akan stabil untuk jangka panjang seiring dengan harga nikel kembali naik ke level yang lebih cerah. Hasan memproyeksikan capex perusahaan pada tahun ini akan berada di level $ 110 juta. Angka ini masih lebih rendah dari target perusahaan di level $ 150 juta karena  harga nikel yang masih belum rendah di tahun 2015.

Meskipun pada kuartal I-2015, harga komoditas sektor mineral masih melemah, saham emiten ANTM masih dipercaya memiliki prospek bisnis yang positif. Hal ini disebabkan rampungnya proyek P3FP sehingga cash cost nikel yang menurun berkat modernisasi fasilitas operasional dan volume penjualan nikel yang akan meningkat. Selain itu, ANTM diprediksi akan membukukan pendapatan yang positif hingga akhir 2015 sebesar Rp 320 miliar seiring dengan ASP yang meningkat. Oleh karena itu, para analis tetap memberikan outlook yang positif bagi ANTM.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×