Reporter: Dede Suprayitno, Dityasa H Forddanta, Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai menebar dividen tahun buku 2016. Porsi dan nilai dividen yang dibagikan kali ini berpeluang lebih besar dibanding tahun 2015, kendati ekonomi dan bisnis relatif lesu sepanjang tahun lalu.
Berdasarkan catatan KONTAN, 10 emiten saja mengalokasikan dividen senilai total Rp 48,57 triliun. Jumlah ini meningkat 7,93% dibandingkan dengan dividen 2015 yang senilai Rp 45 triliun.
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) menjadi salah satu emiten yang paling besar mengguyur dividen. Dari laba tahun 2016, TLKM mengucurkan total dividen Rp 13,5 triliun. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Astra International Tbk (ASII) dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) juga mengalokasikan dividen besar (lihat tabel).
Selain untuk dividen, emiten biasanya mengalokasikan laba bersih sebagai laba ditahan untuk membiayai ekspansi. "Langkah ini bisa mendorong IHSG menuju 5.900 hingga akhir tahun ini," kata Lucky Bayu Purnomo, analis Danareksa Sekuritas kepada KONTAN, Senin (24/4).
Pembagian dividen ini adalah bonus tahunan bagi investor, selain dari capital gain. Pemerintah juga ikut menikmati berkah dari bagi-bagi dividen ini. Selain dari dividen dari emiten BUMN, pemerintah mendapatkan setoran pajak dividen yang besar 10% dari nilai dividen.
Namun dividen bak pedang bermata dua bagi pemerintah. Terutama berkaitan dengan dividen yang diterima investor asing. Dari 10 emiten besar pembagi dividen, sekitar Rp 7 triliun atau 14,4% porsi dividen masuk ke pemodal asing.
Nah, jika asing menginvestasikan lagi (reinvestasi) dividennya di dalam negeri, ini bisa berdampak positif bagi penanaman modal. Namun dividen yang dibawa pulang bisa menguras cadangan devisa serta menekan rupiah.
Bima Setiaji, analis NH Korindo Sekuritas Indonesia, menyatakan, pemerintah harus pintar-pintar merayu mereka agar reinvestasi dana hasil dividen ke Indonesia. Misalnya dengan insentif pajak atau komitmen pemerintah meningkatkan berbagai proyek infrastruktur seperti bandara, jalan tol, pembangkit listrik dan lainnya. "Dengan begitu, mereka kembali minat berinvestasi," kata Bima.
Dia menambahkan, investasi di Indonesia tetap menarik bagi investor. Salah satu alasannya, Indonesia punya pertumbuhan kelas menengah yang besar, konsumsi domestik signifikan dan sumber daya alam yang berlimpah. "Jadi, tinggal bagaimana siasat pemerintah memfasilitasi investor asing agar berinvestasi di Indonesia," jelas Bima.
Insentif dari sisi pajak juga sejatinya diperlukan. Tapi, ada negara lain yang memberi iming-iming sama sehingga memicu perpindahan dana investasi ke negara lain.
Lagi pula, sentimen insentif pajak tak lagi dominan jika emitennya berskala besar seperti UNVR. Mereka lebih concern pada perbaikan infrastruktur. "Sebab mereka bisa hemat biaya jika infrastruktur dibenahi," ungkap Bima.
Analis Binaartha Parama Sekuritas, Reza Priyambada menilai, jika pemodal asing melakukan reinvestasi secara langsung, hal itu akan lebih baik. "Portofolio sifatnya lebih short term dan tidak banyak memberi benefit bagi negara," kata dia.
Daftar emiten bluechips pembagi dividen besar
Emiten | Total Dividen | per Saham | Yield* |
TLKM | Rp 13,55 triliun | Rp136,74 | 3,09% |
BBRI | Rp 10,47 triliun | Rp428 | 3,31% |
ASII | Rp 6,8 triliun | Rp168 | 1,83% |
BMRI | Rp 6,21 triliun | Rp266,27 | 2,33% |
BBCA | Rp 4,9 triliun | Rp200 | 1,14% |
UNVR | Rp 2,8 triliun** | Rp375 | 0,82% |
SMGR | Rp 1,81 triliun | Rp304,92 | 3,50% |
AALI | Rp 900 miliar | Rp370 | 3,23% |
PTBA | Rp 601,86 miliar | Rp285,50 | 2,29% |
UNTR | Rp 533,4 miliar | Rp536 | 1,99% |
*mengacu harga saham 21 April 2017
**dividen interim
Sumber: Riset KONTAN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News