Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Walaupun masih diselimuti tren positif tetapi kenaikan harga batubara diperkirakan sulit untuk bertahan dalam waktu yang lama. Harga yang terlalu tinggi diperkirakan akan mempengaruhi tingkat permintaan di kemudian hari. Ditambah lagi berakhirnya musim dingin diperkirakan akan kembali menekan permintaan batubara.
“Harga yang mahal pasti akan menjadi masalah bagi konsumen di kemudian hari,” ujar Wahyu Tribowo Laksono, Analis PT Central Capital Futures kepada Kontan.co.id, Jumat (15/12).
Ada kemungkinan China akan belajar dari kegagalan ini dan justru semakin gencar untuk membangun infrastruktur yang sesuai untuk mendistribusikan dan menyimpan gas alam. Ia melihat China masih akan mempertahankan kebijakan penggunaan gas alamnya. Dengan pengembangan infrastruktur mau tidak mau prospek impor batubara akan mengalami tekanan.
Wahyu memperkirakan memasuki kuartal I-2018 harga batubara akan mengalami koreksi dan berlanjut mengalami konsolidasi di kuartal II-2017. Apalagi menjelang libur Festival Musim Semi pada Januari dan Februari diperkirakan aktivitas industri akan diliburkan.
“Kemungkinan di kuartal I-2018 harga batubara akan berada di kisaran US$ 70–US$ 110 per metrik ton,” terangnya.
Sementara itu Deddy Yusuf Siregar, Analis PT Asia Tradepoint Futures cenderung mengkhawatirkan kelebihan pasokan yang akan terjadi di tahun depan. Dengan kenaikan permintaan seperti sekarang ini biasanya disikapi para produsen dengan meningkatkan produksinya.
Pada November saja, produksi batubara sudah naik ke level tertingginya sejak juni 2017 yaitu sekitar 9,3% menjadi 10 juta ton per hari. “Kalau produksi di genjot dikhawatirkan akan terjadi kelebihan pasokan,” ujarnya.
Namun ia masih melihat adanya sentimen positif untuk batubara di tahun depan. Energy Information of telah memperkirakan konsumsi batubara global akan meningkat tajam di tahun 2018 dari 672 juta ton di tahun ini menjadi 677 juta ton. “Kalau benar terjadi itu bisa menjadi sentimen positif yang mengangkat harga,” timpalnya.
Menurutnya di tahun 2018 rentang pergerakan harga batubara tidak akan jauh berbeda dari tahun ini. Jika tidak terjadi kenaikan produksi gas alam kemungkinan emas hitam masih mampu berada di rentang US$ 90 – US$ 100 per metrik ton.
Secara teknikal ia melihat saat ini harga masih berada di atas garis moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200 yang mengindikasikan penguatan. Sinyal penguatan juga terlihat dari indikator moving average convergence divergence (MACD) yang berada di area positif. Hanya saja potensi koreksi diperlihatkan dari indikator stochastic yang berada di level 93 dan indikator relative strength index (RSI) di level 73.
Untuk Sabtu (16/12) ia menebak harga batubara akan sedikit terkoreksi pada rentang US$ 99,6 – US$ 101 per metrik ton dan sepekan berikutnya berada pada kisaran US$ 98,2 – US$ 105 per metrik ton. Sementara Wahyu menebak pada Sabtu (16/12) harga batubara bisa berada di rentang 100,8 – US$ 101,5 per metrik ton dan sepekan berikutnya berada dia area US$ 97 – US$ 105 per metrik ton.
Asal tahu saja, mengutip Bloomberg pada penutupan perdagangan Kamis (14/12) harga batubara kontrak pengiriman Januari 2017 di ICE Futures Exchange tercatat menguat 0,2% ke level US$ 101,2 per metrik ton. Jika dibandingkan sepekan sebelumnya harganya telah menguat hingga 4,71%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News