Reporter: Dede Suprayitno, Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pasar saham Indonesia adalah wadah strategis untuk berinvestasi. Bukan hanya investor kakap maupun pemodal ritel, para profesional yang mengabdi dan masuk jajaran manajemen emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga bisa menikmati untung dari kepemilikan saham.
Pada 24 Mei lalu, setidaknya 10 direksi PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) melaporkan kepemilikan sahamnya di bank swasta terbesar di Indonesia ini. Presiden Direktur BBCA Jahja Setiaatmadja, misalnya, membeli sebanyak 329.881 saham BBCA. Sehingga, kepemilikan sahamnya di emiten perbankan itu mencapai 8,80 juta saham, yang setara 0,04% dari total saham BBCA.
Nilai kepemilikan saham Jahja cukup besar. Mengacu harga saham BBCA Rabu (31/5) lalu di posisi Rp 17.150 per saham, maka nilai saham petinggi BBCA ini mencapai Rp 150,92 miliar.
Jahja memiliki saham BBCA untuk investasi jangka panjang. "Sebagian saham yang saya beli berasal dari saham bonus. Ini merupakan bagian dari bonus tahunan di BCA yang wajib dibelikan saham," ungkap Jahja kepada KONTAN, Rabu lalu (31/5).
Selain BBCA, Jahja memiliki saham emiten lain, namun tidak wajib dia umumkan. "Intinya beli saham untuk menyebar portofolio investasi," ungkap dia.
Petinggi perusahaan yang juga mengempit saham emiten yang dipimpinnya adalah Handjojo Sutjipto, Direktur Utama PT Anabatic Technologies Tbk (ATIC). Dia menceritakan, kepemilikan saham di perusahaan adalah cara meningkatkan loyalitas.
Hal ini juga untuk membangun komitmen direksi terhadap perusahaan yang dipimpin. "Di perusahaan IT, direksi atau pimpinan perusahaan memiliki saham sudah menjadi tren," ungkap Handjojo kepada KONTAN.
Dia bercermin pada perusahaan teknologi di Amerika Serikat. Banyak pimpinan perusahaan yang memang memiliki saham perusahaan. Nah, perkembangan teknologi yang sangat dinamis menjadi alasan tersebut. "Supaya bisa fokus bekerja dan menjaga loyalitas agar tidak pindah ke kompetitor," terang Handjojo.
Handjojo mulai memiliki saham ATIC sejak masuk ke perusahaan itu, yakni pada 2006. Demi menghindari conflict of interest, perlu menjunjung transparansi. Jadi, apabila direksi ingin bertransaksi jual beli saham, maka harus melaporkannya. "Karena akan dipandang oleh pasar, kenapa direksi melakukan aksi itu," ungkap dia.
Selain ATIC, Handjojo punya saham di perusahaan lain yang masih satu grup. Dia juga menganjurkan direksi perusahaan di satu grup ATIC memiliki saham. Tujuannya tetap sama, menjaga loyalitas dan fokus bekerja.
Handjojo masih memilih fokus pada investasi saham perusahaan dan grup, dibandingkan memiliki saham di luar grup. "Bisnis IT itu perlu konsentrasi. Jika fokus manajemen terpecah, akan sulit. Kalau di IT tidak dipantau, timbul tenggelamnya cepat sekali," terang dia.
Sementara itu, Direktur Utama PT Waskita Karya Tbk (WSKT) M Choliq mengungkapkan, sudah hampir 20 tahun melakukan aktivitas jual beli saham di pasar modal. Menurut dia, transaksi yang dilakukan menguntungkan. "Selama 20 tahun saya sudah menjadi investor pasar modal," ungkap Choliq kepada KONTAN, Senin (29/5) lalu.
Saat ini, Choliq juga memiliki saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). Namun dia enggan membocorkan berapa porsi kepemilikan saham pada kedua emiten tersebut. Yang jelas, selama perusahaan tersebut baik, dia masuk.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengatur kepemilikan saham bagi jajaran manajemen dan karyawan emiten yang mencatatkan sahamnya di BEI. Hal tersebut dikenal dengan management stock option program (MSOP) dan employee stock pption program (ESOP). Konsep ini pula yang digunakan untuk memberi ruang investasi saham bagi manajemen dan karyawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News