kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengukur semburan bisnis PGAS


Rabu, 02 Maret 2016 / 07:41 WIB
Mengukur semburan bisnis PGAS


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Perlahan tapi pasti, prospek bisnis PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) kembali membaik. Kebijakan pemerintah menurunkan harga gas industri sebagai stimulus ekonomi tidak sepenuhnya menekan kinerja PGAS.

Adrianus Bias Prasuryo, analis Samuel Sekutitas, menilai, penurunan harga gas industri yang masuk paket kebijakan ekonomi pemerintah itu berlaku tanpa menggerus margin PGAS sebagai distributor gas. Sebab, penurunan harga gas berasal dari pemangkasan profit sharing portion pemerintah di level hulu (upstream).

"Jadi, justru pendapatan negara yang berpotensi menurun," ujar dia, kemarin (1/3).

Sebelumnya, porsi profit sharing pemerintah dari penjualan gas di level upstream sebesar 70%. Tapi, setelah kebijakan itu berlaku, porsinya menciut menjadi 60%. Namun, pasar sudah lebih dulu merespons negatif kebijakan penurunan harga gas.

Menurut Adrianus, setiap penurunan 5% asumsi cash margin, EBITDA dan laba PGAS masing-masing akan turun 5% dan 8%. "Meski belum terealisasi, harga saham PGAS saat ini mentranslasikan penurunan cash margin sekitar 20% dari base scenario kami," kata Adrianus.

Masih ada faktor yang bisa menjadi sentimen negatif, yakni pembentukan holding BUMN. Semula, ada kongsi dengan skenario PGAS dan PT Pertagas.

Dari sini, PT Pertamina sebagai holding. Untungnya, skenario saat ini berubah menjadi pembentukan joint committee untuk skema open access, berbagi jalur pipa distribusi gas.

Menurut Adrianus, merger maupun joint committee memberi efek negatif, khususnya bagi pemegang saham minoritas. Dampak negatif bisa lebih terukur jika memakai skenario joint committee.

Dengan skenario joint committee, efek negatif yang mungkin terjadi adalah perubahan growth profile, dimana sebelumnya kapasitas berlebih (excess capacity) dari jaringan pipa PGAS dapat digunakan untuk bisnis distribusi yang menjanjikan cash margin US$ 3 per mmbtu dan bisnis transmisi dengan toll fee yang memberikan margin US$ 0,6 per mmbtu.

Chandra Pasaribu, analis Indo Premier Securities, bilang, konsistensi pemerintah sangat perlu jika ingin menjaga performa PGAS. Kebijakan itu dilakukan secara bertahap, mulai 16 April mendatang. Jangan sampai kebijakan yang mengurangi porsi profit sharing pemerintah tiba-tiba berubah di tengah jalan.

Liga Maradona, analis Recapital Securities, dalam risetnya menjelaskan, di sisi lain perseroan juga seharusnya bisa mengambil momentum di tengah penurunan harga gas. Apalagi, volume distribusi PGAS akan bertambah seiring rampungnya sejumlah proyek penambahan jalur pipa gas, seperti penyelesaian transmisi Kalimantan-Jawa (Kalija) sepanjang 207 km.

Ketiga analis merekomendasikan buy PGAS. Adrianus menargetkan Rp 3.400 per saham. Target Chandra dan Liga masing-masing Rp 3.600 dan Rp 3.460. Harga PGAS kemarin turun 1,90% menjadi Rp 2.585 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×