Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten anggota grup konglomerasi telah merilis laporan keuangan 2017. Pencapaian kinerja emiten Grup Astra cukup bagus dibandingkan emiten grup konglomerasi lainnya.
Setidaknya ada enam emiten Grup Astra yang merilis kinerja 2017. Mereka adalah ASII, BNLI, ACST, UNTR, AALI dan ASGR. Rata-rata emiten Grup Astra meraih pertumbuhan pendapatan sebesar 29% year-on-year (yoy). Adapun rata-rata laba bersihnya meningkat 39% (yoy).
Dari sisi Grup Salim, LSIP mencatat pertumbuhan laba bersih 28,57% (yoy) menjadi Rp 764 miliar. Sedangkan laba bersih SIMP melorot 4,85% (yoy) menjadi Rp 512 miliar.
Pagi ini, INDF mengumumkan kenaikan laba bersih 0,6% menjadi Rp 4,17 triliun. Sedangkan ICBP menikmati pertumbuhan laba 5,4% menjadi Rp 3,8 triliun.
Untuk Grup Sinarmas, baru sebagian emiten yang merilis kinerja keuangan 2017. Mereka antara lain BSDE, DUTI dan FREN. Laba BSDE melonjak 173,93% (yoy) menjadi Rp 4,92 triliun. Sedangkan laba DUTI menyusut 23,93% menjadi Rp 535,31 miliar. Di sisi lain, FREN masih mencetak rugi Rp 3 triliun.
Dari Grup Lippo, ada LPPF, MLPT dan SILO yang telah merilis laporan keuangan sepanjang tahun lalu. Rata-rata ketiga emiten itu mencatatkan penurunan laba 3,09%.
Bisnis terdiversifikasi
Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali menilai, kinerja Grup Astra membaik, meski bisnis otomotif cenderung melambat. Pencapaian positif kinerja Grup Astra didorong oleh perbaikan sektor jasa keuangan dan batubara. "Portofolio Grup Astra terdiversifikasi," kata dia, kemarin.
Salah satu anggota Grup Astra yang menonjol adalah BNLI. Pada 2017, emiten ini meraup laba Rp 748 miliar. Padahal di 2016 masih mencatat kerugian Rp 6,48 triliun.
Frederik melanjutkan, emiten konglomerasi ibarat portofolio investasi. Dengan demikian, lini usaha dan ukuran bisnis menjadi penentu kinerja grup konglomerasi.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee sepakat bahwa sektor dan segmen bisnis anak usaha turut menentukan kinerja grup konglomerasi. Di Grup Astra, misalnya, harga batubara yang tinggi pada tahun lalu mendorong kinerja keuangan UNTR.
"Bagi yang bergerak di sektor CPO sepertinya akan flat. Sebagian yang di sektor properti seharusnya ada kenaikan," ungkap Hans, menggambarkan kinerja emiten konglomerasi pada tahun lalu. Namun, dia tidak menampik adanya sentimen khusus yang mempengaruhi individu masing-masing grup konglomerasi.
Memasuki tahun politik, analis melihat emiten konglomerasi yang bergerak di sektor barang konsumsi dan properti memiliki prospek yang lebih baik. Frederik memprediksikan Grup Sinarmas dan Salim berpeluang menggenjot kinerja. Sebab, portofolio bisnis dua grup ini terkait sektor barang konsumsi dan properti. "Kedua industri ini dalam masa recovery," tutur dia.
Hans juga menilai tahun politik mendongkrak sektor konsumer dan properti. Hans juga percaya bahwa permintaan otomotif juga masih akan aman. Dia merekomendasikan investor melirik saham Grup Astra dan Salim.
Tapi sebelum investor masuk saham emiten konglomerasi, Frederik menyarankan beberapa hal perlu dipertimbangkan. Pertama, seberapa rutin emiten membagikan dividen. Kedua, pahami cara berbisnisnya. "Perhatikan bagaimana perusahaan di bawah konglomerasi bisa bersinergi satu sama lain," ujar dia.
Kemudian, seberapa besar daya serap tenaga kerja dan seberapa jauh konglomerasi itu bisa melatih sumber daya manusia dalam negeri untuk lebih kompetitif.
Terakhir, perhatikan intensitas aksi korporasi anggota konglomerasi, terutama terkait merger dan akuisisi.
Kinerja emiten konglomerasi 2017
Grup Konglomerasi | Pendapatan FY17 | Perubahan (yoy) | Laba 2017 | Perubahan (yoy) |
Grup Astra | ||||
ASII | Rp 206,06 triliun | 14% | Rp 18,88 triliun | 24,58% |
AUTO | Rp 13,55 triliun | 5,80% | Rp 551,41 miliar | 31,85% |
BNLI | Rp 5,46 triliun | 5,25% | Rp 748,43 miliar | - |
ACST | Rp 3,03 triliun | 68,73% | Rp 154,25 miliar | 125,74% |
UNTR | Rp 64,56 triliun | 41,76% | Rp 7,40 triliun | 47,99% |
AALI | Rp 17,31 triliun | 22,55% | Rp 2,01 triliun | 0,17% |
ASGR | Rp 391,84 miliar | 44,44% | Rp 254,68 miliar | 0,83% |
Grup Salim | ||||
INDF | Rp 70,99 triliun | 5,30% | Rp 4,17 triliun | 0,60% |
ICBP | Rp 35,61 triliun | 3,60% | Rp 3,8 triliun | 5,40% |
LSIP | Rp 4,74 triliun | 23% | Rp 763,5 miliar | 28,57% |
SIMP | Rp 15,83 triliun | 8,92% | Rp 512,20 miliar | -4,85% |
Grup Sinarmas | ||||
BSDE | Rp 10,35 triliun | 58,66% | Rp 4,92 triliun | 173,93% |
DUTI | Rp 1,72 triliun | -14,89% | Rp 535,31 miliar | -23,93% |
FREN | Rp 4,67 triliun | 28,35% | - Rp 3,02 triliun | -53,10% |
INKP (30/09/2017) | US$ 2,26 miliar | 11,33% | US$ 287,44 juta | 196,12% |
TKIM (30/09/2017) | US$ 782,51 juta | 2,85% | US$ 22,47 juta | 101,89% |
DMAS (30/09/2017) | Rp 493,68 miliar | -51,23% | 254,41 miliar | -48,54% |
BSIM (30/09/2017) | Rp 4,50 triliun | 6,36% | 191,82 miliar | -39,53% |
Grup Lippo | ||||
LPKR (30/09/2017) | Rp 7,49 triliun | 0,81% | Rp 624,66 miliar | -7,16% |
LPPF | Rp 10,02 triliun | 1,30% | Rp 1,9 triliun | -5,60% |
MLPT | Rp 2,14 triliun | 11,06% | Rp 112,36 miliar | -23,90% |
SILO | Rp 5,85 triliun | 13,15% | Rp 99,60 miliar | 20,24% |
Sumber: laporan keuangan emiten, RTI, dan riset KONTAN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News