Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah investor saham syariah di Bursa Efek Indonesia (BEI) melesat tajam. Menurut catatan BEI, hingga April lalu, jumlah investor saham syariah sudah mencapai 29.670 investor. Sementara pada akhir 2017 silam, jumlahnya sebanyak 23.207 investor. Jadi, dalam kurun waktu empat bulan, jumlah investor syariah naik 27,85%.
Bahkan bila dihitung dalam kurun waktu sekitar lima tahun terakhir, atau dari akhir 2013, jumlah investor saham syariah sudah melonjak 3.594,89% investor. Di akhir 2013 silam, jumlah investor saham syariah baru mencapai 803 investor.
Namun, dari sisi kinerja sahamnya, kinerja saham syariah tidak terlalu berbeda dengan kinerja saham secara umum. Ini terlihat dari pergerakan indeks syariah. Di BEI, ada dua indeks syariah, yakni Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).
Sejak awal tahun hingga kemarin (11/5), IHSG tertekan 6,28%. Di saat yang sama, ISSI tergerus 6,46%. Sementara JII merosot hingga 10%.
Meski begitu, dalam jangka panjang kinerja saham syariah cukup mentereng. Sejak diluncurkan pada 2011 silam, ISSI sudah naik 44% hingga April lalu. Pada periode yang sama, JII tumbuh 29%. Bandingkan dengan indeks MSCI World Islamic (MIWO) yang tumbuh 25% di periode yang sama.
Sedang indeks FBM Emas Malaysia (FMBS) tumbuh 28%, FBM Hijra Malaysia (FBMHMS) tumbuh 36% dan indeks Dow Jones Islamic Market (DJIM) tumbuh 75%.
Teuku Hendry Andrean, Research Manager Shinhan Sekuritas Indonesia, menyatakan, bobot indeks syariah dengan IHSG boleh dibilang berbeda jauh. Hal ini karena indeks syariah mengeliminasi saham-saham perbankan dan rokok yang memiliki kapitalisasi pasar besar.
Memang, masih ada saham syariah yang memiliki bobot besar, seperti UNVR dan TLKM. “Jadi kalau sektor consumers good atau telekomunikasi melambat, indeks syariah turut melambat. Ada beberapa saham dengan market cap besar enggak masuk ke indeks saham syariah,” papar Teuku kepada KONTAN, Selasa (8/5).
Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, menilai, di antara saham-saham syariah, emiten sektor infrastruktur cukup menarik untuk dicermati. Di antaranya seperti JSMR, PGAS, TLKM, WIKA, WSKT, PTPP, dan WTON. Saham-saham tersebut bisa menjadi pilihan.
Hans menilai, pemerintah akan banyak mengebut proyek-proyek infrastruktur. Pada semester II 2018, dia memprediksi akan banyak proyek yang diresmikan. “Kalau pemerintah sekarang lanjut, maka konstruksi akan bergerak naik. Setiap tahun, indeks menjelang pilpres itu turun, setelah pilpres naik,” jelas dia.
Hans memperkirakan, tahun ini rata-rata indeks di bursa bisa mencetak kenaikan 10%, termasuk saham indeks syariah. Namun, dia juga melihat adanya kemungkinan pertumbuhan indeks negatif karena kuatnya tekanan sentimen negatif global dan adanya sentimen pemilihan presiden di dalam negeri. Meski begitu, dia masih cukup optimistis terhadap fundamental ekonomi Indonesia.
Mohamad Yunus, Executive Director Head Of Operations Henan Putihrai Sekuritas menilai saham syariah memiliki pertumbuhan cukup baik. Kinerja indeks syariah, terutama JII, juga tercermin dengan saham yang masuk dalam daftar LQ45 sebagai saham yang likuid. Karena itu, saham-saham tersebut bisa menjadi pilihan nasabah dengan rekening syariah. “Nasabah syariah kami saat ini kurang lebih 30%,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News