kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,96   -11,56   -1.24%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menanti pasar obligasi ramah lingkungan dalam negeri


Rabu, 11 Juli 2018 / 09:15 WIB
Menanti pasar obligasi ramah lingkungan dalam negeri
ILUSTRASI. Pencatatan green bond PT SMI di BEI


Reporter: Dimas Andi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pilihan investasi obligasi kian beragam. Sejumlah perusahaan mulai menerbitkan obligasi berwawasan lingkungan, atau yang beken disebut green bond, dalam beberapa waktu terakhir.

Terbaru, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) menerbitkan green bond berdenominasi rupiah senilai Rp 500 miliar. Obligasi ini diterbitkan dalam dua seri, dengan tenor tiga tahun dan lima tahun.

Kemarin, SMI mencatatkan obligasi hijaunya tersebut di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ini menjadikan SMI sebagai perusahaan pertama di Indonesia yang mencatatkan instrumen tersebut di dalam negeri.

Sebenarnya, sebelum SMI, sudah ada beberapa perusahaan swasta Indonesia yang menerbitkan green bond, namun secara global. Misal, Star Energy Geothermal (Wayang Windu) Ltd merilis green bond US$ 650 juta di Amerika Serikat (AS) pertengahan April lalu. Lalu lembaga keuangan Tropical Landscape Finance Facility (TLFF) merilis green bond sebesar US$ 95 juta pada akhir Februari lalu.

Analis Obligasi BNI Sekuritas Ariawan menilai, green bond memiliki daya tarik tersendiri berupa underlying yang berbentuk proyek berwawasan lingkungan. Ia juga menganggap likuiditas tidak menjadi masalah besar bagi green bond.

"Memang saat ini jumlahnya masih minim. Namun ia yakin, seiring berjalannya waktu, perusahaan yang menerbitkan green bond akan makin banyak. Cepat atau lambat likuiditasnya akan sama seperti obligasi korporasi," kata dia, Selasa (10/7)

Analis Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra menambahkan, risiko green bond pun relatif sama dengan obligasi konvensional. Cuma, minat investor atas penerbitan green bond di Indonesia tampaknya masih dipengaruhi oleh tingkat imbal hasil yang ditawarkan. Mengingat tipikal investor di dalam negeri masih berorientasi pada perolehan imbal hasil.

Kondisi berbeda terjadi di luar negeri, utamanya di negara maju. Beberapa fund manager sudah punya kewajiban untuk mengisi portofolio investasinya dengan green bond. Di luar negeri, green bond mirip dengan instrumen berbasis syariah," lanjut Made.

"Untuk saat ini, permintaan green bond lebih banyak dari luar negeri. Selain memang punya kebutuhan pendanaan dalam bentuk dollar AS, antusiasme investor di luar negeri lebih tinggi," tutur Made.

Selain itu, karena terhitung baru, green bond yang masuk pasar lebih banyak diincar investor institusi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×