kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menakar prospek saham emiten BUMN


Senin, 16 Oktober 2017 / 11:28 WIB
Menakar prospek saham emiten BUMN


Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga awal Oktober 2017, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut ada 22 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sudah tercatat di pasar saham Indonesia. Kapitalisasi pasar seluruh emiten pelat merah tersebut mencapai seperempat dari total kapitalisasi pasar. Meski demikian, kinerja saham emiten BUMN masih tak merata.

Direktur BEI Samsul Hidayat mengatakan, masuknya PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI) ke BEI membulatkan jumlah emiten BUMN menjadi 22 emiten. Jumlah ini setara 3,92% dari total 560 emiten yang telah melantai di BEI. “Itu merepresentasikan 26,6% dari market cap,” tutur Samsul, Selasa (10/10).

Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan mencatat, secara historis, tahun 2010, kapitalisasi pasar emiten BUMN berkisar 25%. Pada 2014, kapitalisasi pasarnya sempat naik menjadi 26,4%. “Kalau naik berarti pertumbuhan kapitalisasi pasar emiten BUMN lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kapitalisasi pasar secara umum,” tutur Alfred, Jumat (13/10).

Meski demikian, nyatanya tak semua BUMN bisa menoreh pergerakan saham yang mentereng. Alfred melihat ada proses saling eliminasi di antara emiten-emiten BUMN. Menurutnya, pergerakan saham emiten BUMN umumnya linier dengan kondisi fundamental masing-masing emiten.

Alfred menyebut beberapa emiten pelat merah andalan seperti PT Telekomunikasi Inonesia Tbk (TLKM), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT PP Tbk (PTPP), dan beberapa emiten bank. Saham TLKM sebagai contoh, selama tiga tahun terakhir harganya sudah naik 64,68% per Jumat (13/10).

Padahal, melirik emiten BUMN lainnya, kenaikan harga saham tak tercatat begitu signifikan. Saham PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) contohnya, harga sahamnya tiga tahun terakhir hanya naik 5,51%. Beberapa lainnya dalam tiga tahun terakhir justru mencatat penurunan, seperti PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) yang turun 23,58% dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang turun 8,90%.

“Dari emiten BUMN itu ada yang sangat bagus sekali, ada yang biasa aja. Yang unik itu BUMN farmasi. Jika yang lain ada korelasi kinerja saham dan fundamental, kalau di farmasi saya tak melihat itu. Jadi itu outlayer ya,” tutur Alfred.

Alfred melanjutkan, kinerja saham-saham BUMN juga dipengaruhi oleh sektor. Sejauh ini, ada tiga sektor yang berprospek bagus ke depannya. Tiga sektor tersebut adalah komoditas, perbankan, dan konstruksi. “Kami masih optimistis dengan harga komoditas ke depannya, terutama CPO dan batubara,” paparnya.

Kondisi makro di mana target pertumbuhan ekonomi tahun 2018 mencapai 5,4% akan memberikan angin segar bagi tiga sektor tersebut. Ditambah lagi, kemungkinan bagi Presiden Joko Widodo untuk menjabat dua periode masih terbuka. Dengan demikian, menurut Alfred, emiten konstruksi masih akan terdampak positif, mengingat fokus Jokowi adalah menggenjot infrastruktur.

Senada, Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra menilai, sektor mempengaruhi kinerja saham BUMN. Karena itu ia menyarankan investor agar tetap diversifikasi sektoral saat berinvestasi pada saham emiten BUMN.

Aditya menilai saham BUMN sektor konstruksi bisa mulai dikoleksi. Selain karena harganya yang saat ini masih terbilang murah, ia juga mencatat pertumbuhan laba emiten konstruksi yang rata-rata terus tumbuh dobel digit per tahun. Hal ini juga tercermin dari peningkatan ekuitas emiten tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×