kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45895,55   2,12   0.24%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Laba Perusahaan Tambang Publik 2008 Anjlok 33%


Jumat, 27 Februari 2009 / 10:43 WIB


Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Krisis finansial global dan anjloknya harga berbagai komoditas telah meluruhkan keuntungan perusahaan-perusahaan tambang. Menurut survei PricewaterhouseCoopers, laba perusahaan-perusahaan tambang publik pada tahun 2008 melorot 33% dibandingkan laba mereka tahun 2007.

Seperti kita tahu, sejak pertengahan 2008, harga komoditas mulai turun. Harga makin anjlok pada kuartal ketiga seiring krisis perekonomian dunia. "Perusahaan tambang juga mengerem investasi dan ekspansi bisnis mereka," ujar Technical Advisor PwC bidang pertambangan Sacha Winzenried, Kamis (26/2).

Menurut Winzenried, dampak yang paling berat dirasakan oleh perusahaan pertambangan mineral yang mengalami kemerosotan harga komoditas paling besar, khususnya nikel dan tembaga.

Penurunan ini diakui Abrun Abubakar, Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk. "Penurunan terjadi di kuartal ketiga dan keempat. Tapi paling parah terutama di kuartal keempat, khususnya pada harga timah dan nikel," ujar Abrun.

Akibat anjloknya harga komoditas, pendapatan dan laba perusahaan tambang juga melorot. Akibatnya, para investor berduyun-duyun melego saham tambang di bursa seluruh dunia. Harga saham tambang pun rontok. Di Indonesia, kapitalisasi pasar perusahaan pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang melejit 300% dari 2006 ke 2007, telah terkikis hingga 74% pada akhir November 2008.

Di tengah merosotnya kinerja tersebut, perusahaan tambang harus memutar otak untuk mengurangi beban biaya operasional agar bisa bertahan menghadapi dampak krisis yang lebih berat. "Apalagi, permintaan pasar semakin turun," tandas Priyo Pribadi Soemarno, Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA).

Barubara masih oke

Sedikit berbeda dari perusahaan tambang nikel, timah, dan tembaga, perusahaan pertambangan batubara masih bisa mencetak pertumbuhan laba yang lumayan di tahun 2008. Hal ini berkat negosiasi harga jual tahunan mereka telah disepakati di akhir 2007 dan awal 2008, saat harga masih tinggi. "Saat itu, kepercayaan investor pada sektor pertambangan juga masih kuat," ujar Winzenried.

PwC juga melaporkan, pertumbuhan belanja investasi perusahaan tambang pada 2007 dan 2008 tidak terlalu signifikan. Sebagian besar dana dibelanjakan untuk investasi pada tambang-tambang yang sudah beroperasi, bukan untuk eksplorasi tambang baru. "Investasi terutama terjadi untuk pergantian pabrik dan peralatan demi memelihara kegiatan operasional yang telah berjalan," imbuh Winfenried.

Sejumlah permasalahan masih menghambat perkembangan industri tambang di Indonesia. Di antaranya, konflik peraturan pertambangan dengan peraturan kehutanan, ketidakadilan dalam divestasi kepemilikan asing dan penutupan tambang, ketidakpastian sistem Kontrak Karya dan peraturan pertambangan lainnya. Selain itu masih ada masalah maraknya pertambangan liar, mundurnya penyelesaian UU pertambangan yang baru, dan kurang koordinasi antara UU Penanaman Modal yang baru dan peraturan pertambangan yang sudah ada.

Para responden survei PWC - yakni 90% emiten tambang di BEI - berpendapat bahwa saat ini, belum ada kemajuan berarti dalam penanganan masalah-masalah tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×