kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kupon obligasi korporasi masih stabil


Jumat, 08 Juni 2018 / 08:29 WIB
Kupon obligasi korporasi masih stabil
ILUSTRASI.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menjadi 4,75% belum membuat perusahaan penerbit surat utang korporasi menaikkan tingkat kupon. Beberapa obligasi korporasi yang terbit masih mematok kupon cukup murah.

Analis Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra menyebut, ketika BI 7-day repo rate (&-DRR) naik, investor memang cenderung berharap mendapat kupon tinggi. Namun, realisasi di pasar belum tentu demikian. Pasalnya, selepas suku bunga naik, yield surat utang negara (SUN) justru turun. Hal ini membuat penerbit surat utang korporasi masih kesulitan mengukur dampak kenaikan BI 7-DRR dalam jangka pendek.

Lagi pula, jika perusahaan menaikkan kupon obligasinya, maka beban biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan penerbit juga membesar. Hal ini dinilai berisiko jika perusahaan tersebut tidak memiliki likuiditas dan kualitas rating yang mumpuni. "Makanya tidak semua perusahaan bisa ikut menaikkan kupon, karena ada pengaruh rating dan kebutuhan dari pihak perusahaan," kata Made.

Analis Indonesia Bond Pricing Agency Ifan Mohamad Ihsan menambahkan, dampak kenaikan suku bunga acuan BI terhadap kupon surat utang korporasi akan bergantung pada mekanisme pasar. Menurut dia, saat ini pasar sedang mencari titik keseimbangan baru pasca kenaikan BI 7-DRR.

Apalagi, ada potensi suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) akan naik. "Wajar bila nantinya kupon yang ditawarkan akan lebih tinggi dari sebelumnya," imbuh Ifan.

Perhatikan rating

Walau belum terjadi kenaikan kupon surat utang korporasi, investasi pada surat utang korporasi masih menarik. Surat utang korporasi yang terbit belakangan ini dinilai memberi kupon optimal.

Sebagai contoh, PT Batavia Prosperindo Finance menerbitkan obligasi korporasi senilai Rp 300 miliar pada Selasa (5/6), dengan kupon 11% per tahun. Ada pula PP Properti yang merilis medium term notes (MTN) sebesar Rp 80 miliar dengan tawaran kupon tetap 9,25% pada Rabu (6/6).

Made mengingatkan, investor juga perlu mencermati kualitas rating yang dimiliki perusahaan penerbit surat utang. "Bisa saja pihak perusahaan tersebut memberi kupon yang tinggi karena rating rendah," jelas dia.

Fenomena seperti ini dianggap lumrah. Pasalnya, ketika suatu perusahaan diganjar dengan rating yang rendah, mau tak mau mereka perlu menaikkan kupon. Ini dilakukan agar investor tertarik membeli surat utang tersebut.

Terlebih jika suatu perusahaan menawarkan kupon yang tinggi, maka beban biaya pembayarannya juga ikut tinggi. Karenanya, investor juga perlu mengetahui kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya.

Ifan sepakat bahwa posisi rating penerbit surat utang korporasi mesti menjadi pertimbangan. Selain itu ia menyarankan agar investor memperhatikan nilai outstanding yang ditawarkan. Semakin besar outstanding dari surat utang korporasi, potensi instrumen tersebut untuk ditransaksikan di pasar sekunder juga makin besar.

Selain itu, transparansi juga menjadi faktor penting, terutama yang berinvestasi pada surat utang jangka menengah atau MTN. Sebab, perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk melaporkan transaksi MTN di Bursa Efek Indonesia (BEI), walaupun instrumen ini tetap terdaftar melalui Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×