kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga SUN tertekan obligasi Uwak Sam


Selasa, 20 Februari 2018 / 06:55 WIB
Harga SUN tertekan obligasi Uwak Sam
ILUSTRASI. bursa saham; ihsg; bursa efek indonesia


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) berdampak negatif pada surat utang pemerintah. Buktinya, pamor surat utang negara (SUN) terus turun.

Hal tersebut tercermin pada harga obligasi acuan yakni FR0063 yang kembali turun ke 99,55% pada Senin (19/2). Serupa, seri FR0075 pun koreksi dari harga 103,94% pada Kamis (14/2), menjadi 103,58% kemarin.

Walau terus turun, tapi analis Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra menilai, koreksi harga SUN ini masih wajar. Apalagi untuk seri dengan tenor pendek, malah terdapat kecenderungan kenaikan harga.

Yield seri obligasi lima tahun ke bawah justru turun. "Investor bukan kabur dari pasar obligasi Indonesia, tetapi geser dari tenor panjang jadi ke tenor pendek," kata dia, Senin (19/2).

Faktor yang membuat investor lebih memilih obligasi bertenor pendek adalah laju inflasi tahunan AS yang sudah mencapai 2,1% per Januari. Ini memunculkan dugaan bahwa The Federal Reserve bakal lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuan tahun ini.

Karena itu, pelaku pasar mencoba hindari instrumen surat utang di negara emerging market. Tambah lagi, investor mulai tertarik masuk ke pasar Negeri Paman Sam. Ini terjadi setelah AS mengumumkan data tenaga kerja.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, kepemilikan investor asing di SBN tinggal Rp 855,13 triliun. Artinya, sepanjang bulan ini, asing telah keluar sekitar Rp 14 triliun. Padahal di Januari lalu, investor asing mencatatkan net buy hingga Rp 34 triliun.

Prospek positif

Fund Manager Capital Asset Management Desmon Silitonga menambahkan, keluarnya investor asing membuat harga SUN menurun. Namun, Desmon memperkirakan penurunan ini hanya sementara.

Sentimen dari AS memang membuat pelaku pasar cenderung mengamankan portofolio investasinya terlebih dahulu. Desmon optimistis, ke depan pasar obligasi Indonesia masih positif, didukung fundamental ekonomi Indonesia yang membaik.

Pemerintah juga akan menjaga supaya volatilitas pasar obligasi kuat. "Indonesia tidak seburuk AS yang yield-nya masih ada di kisaran 2,8%. Saat ini kita hanya bergerak di 6,3%-6,4%," kata Desmon.

Made mengatakan, sentimen dalam negeri yang bisa menahan tekanan dari luar adalah kebijakan moneter dan tingkat inflasi Indonesia yang terkendali. Made bilang, meski ada ancaman kenaikan harga bahan pangan, seperti beras, tetapi pemerintah sigap melakukan impor.

Langkah ini diyakini bisa menahan laju inflasi. Selain itu, kebijakan BI masih akomodatif mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tidak merubah suku bunga acuan.

Secara teknikal, Made memperkirakan harga SUN masih dalam tren penurunan untuk jangka pendek. Sebab, saat ini inflasi di AS cukup kuat dan suku bunga AS berpotensi naik lebih dari tiga kali pada tahun ini.

Karena penurunan harga SUN lebih dipengaruhi faktor eksternal, jadi pergerakannya masih menanti data terbaru dari Negeri Paman Sam. "Kita lihat lagi data AS yang keluar di Maret," tambah Made.

Dia memprediksi, jika yield US Treasury kembali turun ke level 2,5%, spread surat utang Indonesia masih aman. "Tetapi kalau bertahan di 2,9% seperti saat ini, yield obligasi Indonesia akan menyesuaikan dengan ikut naik, tapi harga obligasi malah akan turun," jelas Made.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×