Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga logam industri diprediksikan akan berada dalam tren positif tahun ini. Investor bisa melirik saham emiten yang menggarap segmen bisnis logam.
“Sejauh ini pasar logam banyak mendapat angin segar dari rencana belanja infrastruktur negara besar,” ujar Kepala Riset Koneksi Kapital Sekuritas Alfred Nainggolan, Kamis (8/2). Ia menyebut, hal ini berimbas positif pada emiten yang menggarap segmen logam.
Pasalnya, harga logam di pasar global akan mempengaruhi pembentukan harga logam di dalam negeri. Ketika harga logam di pasar global tinggi, begitu pun yang akan terjadi di dalam negeri. Apalagi, emiten logam di Indonesia punya ruang ekspor, di mana Indonesia adalah penyumbang produk mentah ke pasar dunia.
Kepala Riset MNC Sekuritas Edwin Sebayang juga melihat korelasi positif antara kenaikan harga logam dengan prospek emiten yang menggarap segmen logam. Dalam hal ini, Edwin menyebut PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Timah Tbk (TINS), dan PT Vale Indonesia TBk (INCO), yang paling diuntungkan.
Untuk INCO, Edwin melihat adanya peluang dari segmen nikel sebagai bisnis utamanya. Sementara, ANTM bisa memanfaatkan peluang dari bisnis feronikel. “Smelter feronikel ANTM lagi dibangun, pelan-pelan itu justru bisa menggantikan porsi emas,” paparnya.
Edwin merekomendasikan beli saham INCO, ANTM, dan TINS. Ia memasang target harga Rp 1.000 per saham untuk ANTM, lalu Rp 1.200 per saham untuk TINS, dan Rp 4.400 per saham untuk INCO. “Saya sudah rekomendasikan investor untuk masuk ke sektor ini sejak akhir 2017,” ujarnya.
Tak jauh beda, Alfred juga menjagokan saham ANTM. Dalam hal ini, ANTM memiliki fleksibilitas dalam penjualan logam. Ketika terjadi kenaikan harga komoditas, average selling price (ASP) ANTM lebih sensitif.
Saat ini , Alfred juga mencatat price to book value (PBV) ANTM sebesar 1 kali, alias terbilang murah. Ia optimistis, emiten pelat merah ini bisa mencatat hasil positif pada 2018. Dengan demikian, ia merekomendasikan beli saham ANTM dengan target harga Rp 1.020 per saham.
Namun, Kepala Riset OSO Sekuritas Riska Afriani mengingatkan, investor harus kembali mencermati sejauh mana kenaikan permintaan logam secara global, bisa menstimulus produksi logam emiten dalam negeri. “Jika peningkatannya memang signifikan, kita juga harus lihat basis emitennya ekspor atau dalam negeri,” tutur Riska.
Di sektor komoditas secara umum, Riska masih menjagokan batubara. Adapun saham pilihannya adalah PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News