Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Sanny Cicilia
BALI. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memanggil 100 emiten dalam waktu dekat. Hal ini terkait dengan sosialisasi penerapan mekanisme tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG)
Maklum, peringkat Indonesia dalam hal GCG perusahaan publik di tingkat ASEAN dinilai masih rendah. Berdasarkan pemeringkatan yang dilakukan ASEAN Capital Market Forum (ACMF), di tahun 2013, skor GCG emiten-emiten di Indonesia secara umum masih ada di bawah Filipina.
Diantara enam negara dengan pasar modal terbesar di ASEAN, Indonesia ada di urutan dua terbawah sebelum Vietnam. Sedangkan, peringkat GCG Â tertinggi diraih oleh Thailand. Selanjutnya, ada Malaysia, Singapura, dan Filipina.
Nurhaida, Kepala Eksekutif bidang Pasar Modal OJK mengatakan, pihaknya akan mengundang 100 emiten yang dinilai memiliki GCG terbaik.
"Kami akan memberikan informasi mengenai kriteria-kriteria yang ada di GCG rating," ujarnya, Sabtu (14/3).
Jika kriteria-kriteria tersebut diterapkan, maka peringkat GCG emiten Indonesia dipercaya bisa meningkat. Ada beberapa poin yang menjadi acuan penilaian ACMF dalam membuat penilaian.
Poin-poin yang dimaksud diantaranya tanggung jawab direksi emiten, keterbukaan informasi dan transparansi, serta peran dari pemangku emiten yang bersangkutan.
Nurhaida bilang, salah satu penyebab rendahnya GCG emiten-emiten di Indonesia adalah situs resmi perusahaan yang belum berbahasa Inggris. Sehingga, para penilai asing memiliki keterbatasan dalam memperoleh informasi mengenai emiten yang dimaksud.
Hal ini pun diakui oleh para tim penilai. Dalam pernyataan resminya, ACMF menjelaskan, jumlah emiten yang dinilai di tiap negara tidak merata. Idealnya, tiap negara diambil 100 emiten terbaik.
Namun, ada beberapa negara yang penilaiannya hanya dilakukan terhadap perusahaan publik dengan jumlah di bawah 100. Termasuk Indonesia. Ketika itu, jumlah emiten yang dinilai hanya 95 perusahaan.
Thailand dan Vietnam pun demikian dengan masing-masing jumlah emiten sebanyak 94 perusahaan dan 40 perusahaan. Hal ini lantaran keterbatasan informasi emiten dalam bahasa Inggris.
Oleh karena itu, Nurhaida bilang, pihaknya akan segera menerbitkan aturan mengenai website emiten. Dalam aturan ini akan diatur poin-poin yang wajib diinformasikan dalam situs resmi perusahaan terbuka, baik dalam bahasa Indonesia maupun Inggris.
"Aturan ini sudah mau final, mudah-mudahan bulan depan (aturan) sudah bisa keluar," kata dia.
Ito Warsito, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) menambahkan, rendahnya rating Indonesia disebabkan penilai di masing-masing negara tidak sama.
"Assessor yang melakukan penilaian GCG di Indonesia banyak yang tidak paham aturan pasar modal," jelasnya.
Ia menilai, tingkat keterbukaan informasi emiten Indonesia lebih tinggi dibanding negara lain di ASEAN. Namun, skor untuk keterbukaan informasi Indonesia rendah.
Sekedar informasi, ACMF memiliki tim penilai domestik yang berasal dari enam negara ASEAN yang diperingkat tersebut. Mereka adalah Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD), Minority Shareholder Watchdog dari Malaysia, dan Institute of Corporate Directors dari Filipina.
Kemudian, ada Singapore Institute of Directors and Centre for Governance, Institutions and Organisations, National University of Singapore Business School dan Thai Institute of Directors.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News