kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,97   -24,76   -2.67%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Eskalasi Konflik di Timur Tengah Mengerek Harga Komoditas Energi


Jumat, 19 April 2024 / 18:38 WIB
Eskalasi Konflik di Timur Tengah Mengerek Harga Komoditas Energi
ILUSTRASI. Konflik yang kembali memanas di Timur Tengah membuat harga komoditas energi meningkat signifikan.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Konflik yang kembali memanas di Timur Tengah membuat harga komoditas energi meningkat signifikan. Harga minyak dunia, batubara hingga gas alam terpantau mengalami kenaikan seiring meningkatnya kekhawatiran perang antara Israel dan Iran.

Mengutip tradingeconomics, Jumat (19/4) sore, harga minyak Brent berada di level US$ 86 per barel, setelah harganya sempat melonjak hingga lebih dari US$ 90 per barel. Sementara harga minyak WTI saat ini diperdagangkan di posisi US$ 82,5 per barel.

Harga batubara Newcastle berjangka juga terpantau naik di atas US$136 per ton pada bulan April, mendekati level tertinggi tahun ini. Sedangkan, harga gas alam berjangka Amerika Serikat (AS) naik lebih dari 3% menjadi di atas US$ 1,77 per MMBtu.

Founder Traderindo.com, Wahyu Tribowo Laksono, menilai wajar adanya kenaikan harga minyak saat ini hingga mendekati level US$ 90 per barel. Bahkan jika konflik geopolitik timur tengah semakin memanas, harga minyak mentah dunia berpeluang ke level US$ 100–US$ 140 per barel.

Baca Juga: Israel Serang Iran, Harga Komoditas Energi Memanas

Adapun Israel telah meluncurkan rudal sebagai serangan balasan terhadap Iran pada Jumat (19/4) dini hari. Peluncuran rudal tersebut menyusul serangan Iran pada Sabtu pekan lalu, di mana negara tersebut mengirimkan lebih dari 300 drone dan rudal tanpa awak ke sasaran di seluruh negeri.

“Dampak utama perang besar di timur tengah membuat harga minyak terbang, dolar menguat, serta emas dan mata uang safe haven seperti CHF dan JPY juga mengalami kenaikan,” kata Wahyu kepada Kontan.co.id, Jumat (19/4).

Wahyu menuturkan, faktor konflik geopolitik masih mendukung prospek harga minyak. Di samping itu, harapan adanya penurunan sikap bunga The Fed bakal memperlemah dolar AS yang akhirnya bisa memicu permintaan global untuk minyak dunia.

International Energy Agency (IEA) melihat permintaan minyak global meningkat 2024. Dikatakan bahwa konsumsi minyak dunia akan meningkat sebesar 1,1 mbpd pada 2024, serta mencatat produksi dari produsen non-OPEC juga akan menyumbang 1,2 mbpd untuk pasokan global.

Sementara itu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) memiliki pandangan sedikit berbeda dengan IEA karena melihat peningkatan 2,25 mbpd pada 2024.

Baca Juga: Konflik Timur Tengah Mengangkat Harga Minyak, Ini Emiten yang Bakal Meraup Berkah

“Walaupun pemangkasan suku bunga sepertinya tertunda, namun ini hanya masalah waktu saja. Artinya, antisipasi pasar jelas akan menekan dolar dan wajar apabila harga minyak bakal naik,” ujar Wahyu.

Tentunya, Wahyu menambahkan, kenaikan harga komoditas energi berkat lonjakan harga minyak bakal mengerek gas alam hingga batubara. Komoditas lainnya pun bisa terdampak oleh faktor USD, dimana impor komoditas jadi mahal.

Tekhusus batubara, China memang menjadi faktor utama. China adalah konsumen dan produsen batubara teratas di dunia yang menghasilkan rekor 4,5 miliar metrik ton di tahun 2023.

China akan membangun sistem produksi batubara cadangan pada 2027 untuk menstabilkan harga dan mengamankan pasokan batubara. Meskipun, mereka bertujuan untuk mulai mengurangi penggunaan batubara pada paruh kedua dekade ini.

Impor Tiongkok untuk semua jenis batu bara dari pasar lintas laut mencapai 97,43 juta metrik ton pada kuartal pertama tahun 2024, naik 16,9% dari 83,36 juta ton pada periode yang sama tahun 2023, menurut Kpler.

Baca Juga: Harga Minyak Melonjak Disokong Serangan Israel ke Iran yang Guncang Pasar Global

Data resmi bea cukai mengungkapkan bahwa pada dua bulan pertama tahun 2024 menunjukkan total impor batubara sebesar 74,52 juta ton, naik 23% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

“Industri batubara Tiongkok mengatakan mereka tidak memperkirakan impor akan meningkat tahun ini, namun bukti dari kuartal pertama menunjukkan bahwa kebutuhan pembeli terbesar di dunia ini masih sangat besar,” jelas Wahyu.

Sementara, Wahyu memandang bahwa apabila harga minyak mentah terus bullish, maka hanya masalah waktu saja bagi gas alam untuk berbalik menguat (rebound). Harga yang sangat rendah saat ini wajar memicu rebound, dengan ataupun tanpa faktor geopolitik.

Meskipun, harga gas alam berada di level rendah di Amerika Serikat, produsen dalam negeri terus optimistis tentang prospek jangka panjang gas sebagai bahan bakar, baik di Amerika maupun di luar negeri.

Baca Juga: Badan Energi Atom Pastikan Serangan Israel Tidak Rusak Situs Nuklir Iran

Kelebihan pasokan gas alam AS saat ini diperkirakan akan mereda dalam beberapa bulan mendatang karena banyak operator yang membatasi produksi sebagai tanggapan atas kemerosotan harga pada Februari lalu. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan AS melihat kemerosotan pasar saat ini sebagai bagian tak terelakkan pada siklus industri.

“Secara fundamental, harga gas alam masih rentan pelemahan. Namun pergerakan mendadak bahkan liar bisa terjadi kapan pun,” imbuhnya.

Wahyu melihat, harga gas alam pada akhir kuartal ini akan berada dalam rentang US$ 1,58–US$ 2,70 per MMBtu. Pada kuartal IV-2024, harga diperkirakan bisa di kisaran US$ 4,00–US$ 6,00 per MMbtu.

Sementara, harga batubara diperkirakan berada dalam rentang US$ 100 per ton – US$ 150 per ton di akhir semester I-2024. Kemudian harga diperkirakan bakal berada dalam rentang US$ 80 per ton – US$ 200 per ton di akhir tahun 2024.

Selanjutnya: Harga Gula Tinggi dan Langka, Kemendag Pastikan Stoknya Cukup

Menarik Dibaca: Roojai Bagikan Tips Cara Memanfaatkan Sisa THR

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×