Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks harga saham gabungan (IHSG) mengonsolidasikan penurunan level saham belakangan ini. Meski demikian, secara year to date (YTD) setidaknya indeks masih naik 2,36% hingga Jumat (9/2). Beberapa sentimen disinyalir menjadi penyebab indeks masih berada di zona merah beberapa hari terakhir.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat ada sepuluh saham yang sejak awal tahun menjadi penggerak indeks. Di antaranya BBCA, ADRO, PGAS, INKP, HMSP, TPIA, UNTR, BMRI, WSKT, dan ITMG. Total kapitalisasi pasar sepuluh emiten tersebut 2.026 triliun atau setara dengan 27,92% kapitalisasi IHSG.
Dari kenaikan indeks sebesar 2,36% sejak awal tahun itu, BBCA menyumbang 7,6%. Lalu, ADRO sebesar 24,7%, PGAS 33,7%, INKP 47,2%, HMSP 2,3%, TPIA sebesar 11,3%. Selain itu, UNTR sebesar 9,00%, BMRI sebesar 2,8%, WSKT 30,3%, dan ITMG 36,7%.
Reza Priyambada, Analis Binaartha Parama Sekuritas menyatakan kesepuluh saham tersebut masih memiliki prospek yang baik. Dia mencontohkan saham PGAS dimana sebelumnya ada penurunan kinerja akibat penetapan harga gas oleh pemerintah.
Hal itu kemudian menekan kinerja PGAS. “Ini bukan karena kinerja jelek. Belum lagi mereka akuisisi Saka Energi, terus ada berita holding,” kata Reza kepada KONTAN, Jumat (9/2).
Selain itu, dia juga mencermati saham TPIA. Dimana kinerja saham TPIA melonjak signifikan sejak perusahaan terus mengembangkan bisnis petrokimia. Untuk itu, Reza memprediksi ke depan kinerja perusahaan tersebut dipersepsikan masih baik.
Selain itu, sentimen secara sektoral juga turut menyumbang kinerja emiten. Lihat saja emiten batubara seperti ADRO. “Sektoralnya masih ada berita positif, maka saham terkena imbasnya,” ungkapnya.
Dia menambahkan, dalam jangka pendek pergerakan saham kesepuluh emiten tersebut cenderung konsolidasi. Hal ini terkait karena pada Januari 2018, terdapat kenaikan yang cukup tinggi. Untuk itu, saat ini pelaku pasar memanfaatkannya untuk cenderung melakukan profit taking. Meskipun dari sisi fundamental masih cukup mendukung.
Sentimen dari luar, datang dari tekanan koreksi Indeks Dow Jones Industrial. Dimana pada Kamis (8/2), DJIA mengakumulasi penurunan 10% dari titik tertinggi. Dalam perdagangan sehari, indeks saham ini merosot 1.032,89 poin alias 4,15% ke 23.860,46. “Pelaku pasar memanfaatkan momentum ini untuk profit taking, sembari menunggu rilis laporan keuangan,” tambahnya.
Meski kesepuluh saham tersebut masuk dalam portofolio yang dapat dikoleksi, Reza cenderung memperhatikan dua emiten, yakni TPIA dan WSKT. Keduanya dinilai memiliki daya tarik tersendiri. Reza menjagokan TPIA dengan target harga 8.300 dan WSKT dengan target harga 3.600.
Memang, pada awal tahun indeks sempat melambung. Sentimen sektoral seperti membaiknya harga batubara, turut menyulut kinerja emiten tambang. Hal itu tercermin dari kinerja sektoral pertambangan yang bertumbuh 18,71% sejak awal tahun. Pun demikian halnya dengan emiten karya dimana beberapa saham mulai konsolidasi menguat. Atas respon pasar terhadap kelanjutan pembayaran proyek-proyek strategis.
Bertoni Rio, Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia sepakat bila sepuluh saham tersebut berpeluang tumbuh. Terutama seiring dengan menanti publikasi kinerja laporan keuangan emiten.
Dia memprediksi, kinerja emiten tersebut akan membaik. Dari kesepuluh saham tersebut, dia berpendapat selain INKP, berkolerasi sebagai penggerak IHSG.
Dari sepuluh emiten tersebut, Bertoni menjagokan HMSP dengan potensial upside 13,64%, UNTR dengan potensi upside 3,63%, PGAS dengan potensi upside 20,08%, dan ADRO dengan potensi upside 12,07%.
Hingga Jumat (9/2), harga saham HMSP ditutup pada 4.840, UNTR pada 38.600, PGAS pada 2.340, dan ADRO pada 2.320. “Target harga untuk tahun ini, PGAS 2.810, UNTR 40.000, ADRO 2.600, dan HMSP 5.500,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News