kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga minyak bepotensi sentuh US$ 63 per barel di akhir tahun


Minggu, 10 November 2019 / 21:06 WIB
Harga minyak bepotensi sentuh US$ 63 per barel di akhir tahun


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Semakin jelasnya perkembangan negosiasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China, menjadi sinyal positif bagi pergerakan harga minyak global.

Terang saja, akhir pekan lalu harga minyak berhasil menembus level US$ 57 per barel dan diperkirakan bisa menyentukh level tertinggi di akhir tahun US$ 63 per barel.

Baca Juga: Uji coba implementasi B30 siap digelar pertengahan November

Mengutip Bloomberg, pergerakan harga minyak global di akhir pekan tercatat sempat koreksi 1,29% ke level US$ 56,41 per barel. Untungnya pada penutupan perdagangan, harga minyak berhasil kembali 0,16% ke level US$ 57,24 per barel.

Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengungkapka, sentimen utama penguatan harga minyak datang dari pernyataan pemerintah China kepada AS yang mengatakan bakal menghapus seluruh tarif impor barang Negeri Paman Sam ke Negeri Tirai Bambu tersebut. Pernyataan tersebut tentunya disambut positif oleh pelaku pasar, sekaligus mengurangi kekhawatiran pasar terhadap kondisi perang dagang.

"Diharapkan, dengan sinyalemen positif ini akan berdampak positif bagi meningkatnya permintaan minyak. Mengingat, masalah ekonomi global asalnya dari masalah perang dagang AS dan China," ungkap Deddy kepada Kontan, Jumat (9/11).

Baca Juga: Alibaba rencanakan IPO di bursa Hong Kong terealisasi akhir November 2019

Deddy menekankan, alasan pelambatan harga minyak selama ini lantaran pertumbuhan ekonomi global diramalkan lesu, sebagaimana dengan perkiraan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank). Adapun sumbu dari lesunya ekonomi global, juga diyakini berasal perselisihan dagang antara AS dan China yang sudah berlangsung dari tahun lalu.

Untuk itu, ke depan apakah harga minyak bisa menembus level US$ 58 per barel menjadi tantangan tersendiri, untuk kemudian bisa melaju menembus level US$ 60 per barel. Potensi tersebut memungkinkan terjadi, jika Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memutuskan untuk memangkas produksi minyak lebih dalam di pertemuan Desember 2019 mendatang.

Tanpa ada kejelasan nasib produksi minyak dari OPEC, Deddy memperkirakan harga minyak cenderung masih akan bergerak pada rentang US$ 50 per barel hingga US$ 55 per barel. Namun, jika OPEC memberikan kepastian akan memangkas produksi minyak dari level saat ini 1,2 juta barel per hari, itu bisa menjadi katalis positif bagi pasar.

"Jadi pelaku pasar, kalau mau masuk ke pasar perlu menunggu apakah harga bisa tembus US$ 58 per barel. Jika berhasil ditembus, maka harga kecenderungan akan bullish bahkan berpotensi tembus ke level US$ 60 per barel hingga US$ 63 per barel," ungkapnya.

Baca Juga: Jurus Kemendag antisipasi kenaikan harga bahan pokok jelang akhir tahun

Adapun level harga wajar yang mungkin dicapai yakni US$ 60 per barel, dengan catatan kesepakatan dagang antara AS dengan China benar-benar teralisasi tahun ini. Mengingat kekhawatiran pasar masih tetap ada, berkaca dari karakter AS yang kerap berubah-ubah sikap dan memungkinkan melakukan perubahan kesepakatan di detik-detik terakhir.

Alhasil, pelaku pasar cenderung masih mencermati secara ketat kelangsungan negosiasi perang dagang AS dan China. Meskipun begitu, secara teknikal harga minyak ada potensi untuk mengalami bullish.

Hal ini tercermin dari harga yang sudah berada di atas indikator moving average (MA)50 dan MA100, yang mengindikasikan di jangka menengah harga akan berada di area hijau. Sedangkan untuk MA200 harga masih tertahan. Untuk indikator RSI harga berada di area 57 yang menunjukkan bahwa harga masih berpotensi bergerak naik.

Baca Juga: Resmi melantai di BEI, ini target Ginting Jaya Energi (WOWS) ke depan

Untuk indikator stochastic, Deddy menjelaskan walaupun rawan profit taking karena mendekati area overbought dan harga berada di area 68, namun pergerakannya masih berpotensi untuk naik. Sedangkan MACD masih berada di area positif.

"Hampir seluruh indikator menunjukkan kemungkinan bullish, namun sebaiknya investor wait and see dulu, sembari menunggu data produksi minyak di AS," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×