kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Shutdown AS, penerbitan SBN valas perlu dipercepat


Minggu, 21 Januari 2018 / 16:38 WIB
Shutdown AS, penerbitan SBN valas perlu dipercepat
ILUSTRASI. Kurs dollar AS - Euro eropa


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, penutupan pemerintah Amerika Serikat (AS) atau shutdown bisa menjadi sentimen di pasar obligasi. Investor melihat ekonomi AS memiliki risiko fiskal. Akibatnya, imbal hasil (yield) obligasi AS akan meningkat, dan akan berdampak pada kenaikan bunga obligasi di dalam negeri.

"Jika pemerintah ingin memanfaatkan suku bunga murah, maka pemerintah perlu buru-buru menerbitkan obligasi valas," kata Lana kepada KONTAN, Minggu (21/1). Apalagi, banyak utang pemerintah yang jatuh tempo pada tahun ini dan tahun depan.

Tahun ini, pemerintah akan menerbitkan Surat Berharga Negara atau SBN valas sebesar 20% dari total penerbitan SBN bruto sebesar Rp 846,4 triliun. Dengan menerapkan strategi front loading, pemerintah telah menerbitkan global bond sebesar US$ 4 miliar pada Desember 2017.

Rencananya, di kuartal kedua nanti, pemerintah akan menerbitkan global green sukuk yaitu pada April 2018. Dilanjutkan dengan penerbitan samurai bond pada Mei 2018 dan dual currency (global bond dan euro bond) pada Juni 2018.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara juga memperkirakan, dampak shutdown di pasar keuangan akan berimplikasi pada kenaikan yield surat utang yang mencerminkan kenaikan risiko. Hal ini, bisa menyebabkan keluarnya modal asing dari negara berkembang.

Tak hanya itu, jika shutdown berlangsung lama maka akan menurunkan prospek ekonomi AS, yang bisa menyebabkan kinerja perdagangan Indonesia ke AS berpotensi terganggu. Tren positif investasi AS pada tahun 2018 juga bisa terkoreksi akibat terjadinya shutdown, ditambah adanya reformasi kebijakan AS yang mulai berlaku efektif.

Oleh karena itu, pemerintah perlu terus melanjutkan reformasi investasi khususnya percepatan perizinan, deregulasi, dan evaluasi insentif fiskal. "Harapannya, efek negatif investasi AS yang berkurang bisa di-off set oleh kenaikan investasi dari negara lainnya," kata Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×