kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PUPR tegur Waskita Karya di insiden tol Paspro


Selasa, 31 Oktober 2017 / 22:15 WIB
PUPR tegur Waskita Karya di insiden tol Paspro


Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menegaskan kepada seluruh badan usaha jalan tol (BUJT) dan kontraktor pelaksana untuk menyusun langkah pengendalian dan meningkatkan pengawasan pelaksanaan metode kerja dan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara ketat dalam kegiatan konstruksi.

Hal tersebut disampaikan pasca kejadian jatuhnya empat girder pada proyek pembangunan jalan tol Pasuruan Probolinggo (Paspro) pada hari Minggu, 29 Oktober 2017. Akibat kejadian tersebut mengakibatkan 1 orang pekerja meninggal dunia dan 2 orang pekerja lainnya luka-luka.

Basuki juga mengatakan telah menurunkan tim teknis dari Ditjen Bina Marga, Kementerian PUPR yang dipimpin oleh Direktur Jembatan Iwan Zarkasih untuk melakukan evaluasi desain, metode kerja, dan tahapan pelaksanaan.

“Dari sisi pidana akan menjadi kewenangan pihak Kepolisian. Dari sisi teknis, Kementerian PUPR sudah menurunkan tim. Ini kedua kalinya yaitu pertama di Tol Bocimi dan sekarang Tol Paspro dan kontraktor kedua proyek itu Waskita Karya. Kami juga akan mencari informasi tentang kegiatan proyek yang dilakukan sub kontraktor,” kata Basuki pada keterangan tertulis, Selasa (31/10).

Sementara Direktur Jenderal Bina Marga Arie Setiadi Moerwanto menyatakan, dari hasil evaluasi sejauh ini ditemukan bahwa jatuhnya girder pada pembangunan Tol Pasuruan-Probolinggo akibat kecerobohan pelaksanaan di lapangan.

“Hal ini kami simpulkan setelah melihat jatuhnya girder yang panjangnya hampir sama dengan yang di Bocimi yaitu lebih dari 50 meter. Kami evaluasi dari desain dan mutu girder tersebut memenuhi persyaratan,” ungkapnya.

Menurutnya proses pemasangan girder dengan panjang lebih dari 50 meter dan tinggi mencapai 2,6 meter membutuhkan ketelitian yang tinggi dalam pemasangan, karena membutuhkan dua crane untuk mengangkat. Di tambah kondisi cuaca dan kekuatan angin di sekitarnya juga berpengaruh ketika girder diangkat dan akan dipasang.

Sebagai langkah antisipasi, Kementerian PUPR mempersiapkan langkah alternatif terkait pengaturan pemasangan girder. Pertama, pemasangan girder dengan panjang lebih dari 50 meter akan tetap bisa dilakukan dengan syarat disiplin pelaksanaan di lapangan yang sangat ketat. Pada saat pelaksanaan wilayah kerja harus steril karena risiko menimpa pekerja di bawah cukup tinggi.

Kementerian PUPR juga akan terus melakukan kegiatan peningkatan kemampuan para operator crane, khususnya dalam hal pemasangan girder untuk memastikan tidak terulang kejadian yang serupa.

"Kedua, jika dari hasil evaluasi tidak ada operator yang mampu memasang girder dengan panjang lebih dari 50 meter dengan sempurna, maka bisa saja kami kurangi panjang girder misalnya dari 60 meter untuk satu girder menjadi 30 meter masing-masing girder," kata Ari.

Ia menyesalkan, kecerobohan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan telah merenggut jiwa pekerja yang berada di bawah saat pemasangan girder, dengan alasan untuk mengarahkan pemasangan girder. Padahal menurutnya hal ini bisa diantisipasi dengan pemasangan kamera pada ujung girder tersebut.

Terkait sanksi, ia sudah mengirim teguran tertulis kepada Waskita Karya selaku kontraktor sejak kejadian kecelakaan jatuhnya jembatan di pembangunan Tol Bocimi pada September 2017 lalu.

"Paling fatalnya nanti kita berikan sanksi tidak boleh mengerjakan lagi dalam waktu tertentu, kalau sanksi hukum nanti dari kepolisian. Tetapi nanti pemberian sanksi akan melewati mekanisme yang ada," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×