kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perpadi: Persaingan bisnis beras kian ketat ditengah suplai bahan baku yang rendah


Senin, 06 Mei 2019 / 19:03 WIB
Perpadi: Persaingan bisnis beras kian ketat ditengah suplai bahan baku yang rendah


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kompetisi antar perusahaan beras dirasakan makin menguat. Apalagi di tengah kondisi suplai bahan baku, yakni gabah, yang lebih rendah dari kapasitas penggilingan dalam negeri.

Sutarto Alimoeso, Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) mengatakan di Jawa saja kapasitas penggilingan sudah di atas kapasitas bahan baku sendiri. "Oleh karenanya persaingan mengetat, dari 182 ribu unit penggilingan di dalam negeri 75% nya terkonsentrasi di Jawa," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Senin (6/5).

Sebagai gambaran, dengan kapasitas penggilingan beras nasional mencapai 200 juta ton per tahun sementara produksi gabah hanya 50 juta ton per tahun. Oleh karena itu kata Sutarto, asosiasi mendorong agar penambahan penggilingan baru dihentikan dan dialihkan ke program revitalisasi penggilingan kecil.

Revitalisasi menjadi penting, dimana sebanyak 94% unit penggilingan di Indonesia dimiliki oleh industri penggilingan kecil. Diharapkan revitalisasi dapat meningkatkan kualitas produk industri tersebut dan membantu kegiatan produksi saat musim panen raya jatuh di musim penghujan.

"Kami sekarang dorong kerjasama penggilingan besar dengan penggilingan kecil, supaya tidak ada perebutan lahan dan bahan baku," ungkapnya. Skema kerjasamanya dapat berupa, gabah yang diproses di penggilingan kecil dapat menjadi beras dengan mutu premium di penggilingan besar dan diharapkan ada bagi hasil yang menguntungkan kedua belah pihak.

Berkecimpung di industri ini juga harus melek soal branding akan produk beras, yang biasanya memakan waktu yang lama, sebab konsumen bahan pokok ini dinilai cukup loyal dan setia pada satu jenis beras. Sutarto mencontohkan misalnya merek beras Maknyus yang dahulu terkenal sukses sebagai beras premium.

Maknyus sendiri diproduksi oleh anak usaha PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), yang saat ini perusahaan tersebut dikabarkan tengah berada diambang kepailitan. Dimana proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) empat anak usaha AISA di lini bisnis beras hampir berakhir.

Kabar terakhir diketahui bahwa AISA memiliki kapasitas produksi mencapai 480.000 ton per tahun. Apakah di tengah ambang pailitnya perusahaan tersebut berpengaruh bagi peta industri beras?

Terkait penguasaan pasar, menurut Sutarto tak ada yang mutlak untuk lingkup nasional. "Setiap daerah beda-beda, misalnya di Jakarta dan jawa barat ada lebih dari 10 (pemain besar) dan Yogyakarta bisa kurang dari 10 (pemain besar)," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×