kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengelola pusat belanja tak langsung mengerek tarif


Jumat, 13 Juli 2018 / 15:05 WIB
Pengelola pusat belanja tak langsung mengerek tarif
ILUSTRASI. Mall di Jakarta


Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APBBI) memastikan kenaikan harga sewa gerai mengikuti mekanisme pasar. Lantaran durasi sewa biasanya bertenor panjang, yakni tiga tahun hingga lima tahun, maka penyesuaian tarif sewa tidak bisa dipatok secara tahunan.

Ketua Umum APPBI Stefanus Ridwan menjelaskan harga sewa akan tetap selama periode kontrak, namun setelah itu baru ada penyesuaian. Besaran penyesuaian berbeda-beda mengikuti mekanisme business to business (B to B) sehingga tidak bisa dipatok seragam.

“Misalnya dengan kenaikan nilai jual objek pajak (NJOP) itu biaya sewa naik tidak? Ya, tidak, sebab sewa tiga sampai lima tahun itu sudah dipatok. Sudah tidak bisa naik kalau ada apa-apa tidak bisa naik. Kalau perpanjangan itu tergantung permintaan dari mal itu, makin ramai atau tidak,” kata dia, Kamis (12/7).

Meski demikian, pengelola pusat belanja hanya bisa mendapatkan tambahan dari service charge sesuai dengan koefisien. Kini, pengelola pusat belanja semakin rajin menggelar event-event untuk bisa mendatangkan keramaian pengunjung, yang imbasnya kepada tenant.

“Itu akan membebani biaya operasional juga, tetapi apa boleh buat harus dilakukan. Kalau kami melakukan itu artinya, kan, gerai-gerai laku semua. Apabila laku, lancar bayar uang sewa dan service charge,” beber Stefanus.

Memang, tingkat harga sewa dipengaruhi oleh inflasi, pertumbuhan ekonomi dan ramai tidaknya pusat perbelanjaan tersebut. Namun APPBI tidak ingin terburu-buru mematok berapa rata-rata pertumbuhan sewa gerai setiap tahun. Alasannya, hal tersebut kembali lagi kepada negosiasi bisnis.

“Kalau dapat tenant yang bagus, mereka juga punya bargaining position. Misalnya saya masuk tetapi harga jangan mahal-mahal. Jadi kalau kami kasih harga tinggi, pasti ditawar, itu namanya juga B to B,” sebut Stefanus.

Tingkat okupansi

Kendati sektor bisnis ritel belum pulih, nyatanya tingkat okupansi pusat perbelanjaan masih relatif stabil. APBBI  mengklaim, kondisi pusat perbelanjaan modern atau mal maupun trade center saat ini masih cukup baik.

Menurut Stefanus, tingkat okupansi berbanding lurus dengan ramai tidaknya pusat belanja. Namun tingkat okupansi mal dan trade center  saat ini masih dalam level yang cukup baik. “Kalau mal sewa itu rata-rata masih di atas 90%. Kalau yang trade center masih di bawahnya, ya, 80%-an,” beber dia.

Untuk pusat perbelanjaan yang tingkat keramaiannya cukup baik biasanya justru okupansinya penuh. Di beberapa pusat perbelanjaan, bahkan para penyewa baru harus mengantre tahunan lantaran para peminatnya memang cukup banyak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×