kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45917,64   -17,87   -1.91%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Nariman Prasetyo, berkarier sampai puncak Wika Gedung


Sabtu, 31 Maret 2018 / 10:00 WIB
Nariman Prasetyo, berkarier sampai puncak Wika Gedung


Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perpaduan antara minat, dedikasi, dan loyalitas dalam sebuah pekerjaan niscaya akan membuahkan hasil maksimal. Nariman Prasetyo membuktikannya. Lelaki kelahiran Bandung ini memiliki minat pada bidang konstruksi sejak muda. Dengan dedikasi selama puluhan tahun, akhirnya dia berhasil menduduki puncak karier. Ini kisahnya.

LOYALITAS Nariman Prasetyo tak perlu diragukan lagi. Hampir 30 tahun karier profesionalnya dihabiskan untuk satu perusahaan yakni PT Wijaya Karya (Wika ) Tbk. Tak mengherankan bila pada tahun 2017, Nariman didaulat menjadi Direktur Utama PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (Wika Gedung). Wika Gedung adalah anak usaha emiten saham berkode Wika yang berfokus mengerjakan pembangunan gedung.

Selain rekam jejak dan kompetensi yang mumpuni, Nariman dipilih memimpin Wika Gedung dengan tujuan untuk menangkap berbagai peluang proyek pembangunan properti di Tanah Air.

Menangkap peluang bisnis memang menjadi tugas berat Nariman sejak didaulat menjadi pemimpin perusahaan. Apalagi pada tahun 2017 lalu ada tren yang menunjukkan sektor properti tengah melambat.

Namun begitu Nariman tetap optimis melihat peta persaingan proyek konstruksi bangunan dan properti ini. Oleh karena itulah Nariman langsung memasang target untuk meningkatkan kinerja perusahaan. "Amanat kepada pemimpin adalah membawa pertumbuhan untuk perusahaan dan memberi dampak yang berkelanjutan," ujar saat berbincang dengan Kontan.co.id, Rabu (28/3).

Menurutnya, perubahan yang cepat dalam bidang konstruksi khususnya bidang properti turut mempengaruhi perubahan bisnis emiten berkode WEGE tersebut. Maklum saja, saat ini bisnis konstruksi bangunan dan properti cukup marak dan mengarah ke persaingan yang cukup sengit antara BUMN dan swasta.

Namun persaingan sengit, tak membuat Nariman patah arang. Apalagi Nariman mengaku memang bermimpi menjadi seorang kontraktor sejak masih kecil. Oleh karena itu setelah lulus SMA di Bandung, dia melanjutkan kuliah di Teknik Sipil Politeknik Institut Teknologi Bandung (ITB) dan meraih gelar diploma. Setelah lulus, Nariman berambisi untuk menjadi pegawai Wika .

"Alasannya pertama kali melamar pekerjaan ke Wika adalah tertarik jadi kontraktor karena memiliki latar belakang ilmu teknik sipil terapan. Waktu itu tahu bahwa perusahaan BUMN konstruksi yang besar ada di Wika," ujarnya memulai kisahnya.

Nariman diterima bekerja di PT Wijaya Karya pada tahun 1988 sebagai staf seksi teknik proyek. Dianggap mampu mengemban tugas dengan baik, maka Nariman mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan sarjana di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. "Dari Wika yang menunjuk saya, dan hanya saya sendiri yang sudah memiliki ikatan dinas saat itu. Jadi saya disekolahkan oleh Wika," kisahnya.

Sembari menjalani pendidikan, Nariman pun tetap melanjutkan pekerjaannya sebagai pelaksana utama proyek di Wika. Meski berat, tapi Nariman mengaku menikmatinya karena sejak awal inilah pilihan hidup yang dipilihnya.

Tahun 1998, Nariman mendekap gelar Sarjana Teknik Sipil yang akan berguna untuk perkembangan kariernya di Wika. Terbukti tak lama kemudian, dia diangkat menjadi Kepala Seksi teknik dan quality assurance proyek di Wika .

Setahun berselang, Nariman diangkat menjadi manajer proyek di Wika. Karier yang dijalaninya dengan baik dan membuatnya fasih bekerja sebagai seorang kontraktor di lapangan.

Nariman terus menunjukkan potensi dalam menangani berbagai proyek konstruksi yang dijalankan Wika di berbagai daerah. Tak heran bila Wika kembali memberi kesempatan bagi Nariman untuk meningkatkan kompetensinya di bidang konstruksi.

Lagi-lagi, sambil bekerja, Nariman menempuh pendidikan pascasarjana di ITS untuk mempelajari manajemen proyek. Nariman berhasil lulus tahun 2004.

Walau bergelar strata II (S-2), posisi Nariman di Wika tetap sebagai manajer proyek. Hal ini tak membuatnya berkecil hati. Dia justru mengaku semakin bersemangat karena dengan tambahan ilmu yang dimiliki, hasil kinerjanya bisa semakin baik.

Selain soal hasil kerja, sebagai manajer proyek, Nariman juga harus bisa mengatur waktu agar proyek pekerjaan bisa selesai tepat waktu. "Diberi kesempatan sekolah itu adalah remunerasi perusahaan yang melihat siapa yang bisa disekolahkan dan layak mendapat fasilitas ini, dan saya tidak pernah meminta untuk sekolah lagi waktu itu," tuturnya.

Membangun dari dalam

Tahun 2008, Nariman dipindah menjadi Manajer Komersial Divisi Sipil Umum Wika. Di sinilah sisi pengetahuan manajemen proyek yang dipelajari Nariman diaplikasikan. Bahkan, pada tahun 2009, dengan posisi yang sama, Nariman dipercaya memiliki rangkap jabatan sebagai manajer proyek pembangunan Jalan Tol Surabaya-Mojokerto yang ditangani Wika .

Tanggung jawab ini, menurut Nariman, berhasil dituntaskannya dengan baik. Alhasil, tahun 2011, perlahan tapi pasti Nariman menapaki peningkatan jabatan.

Kali ini, jabatan sebagai eneral Manager Sipil Utama dipegangnya. Dalam jabatan ini, Nariman masih mengurusi sisi teknis sejumlah proyek konstruksi, namun perannya semakin banyak di balik layar alias tak langsung ke proyek setiap hari.

Kinerja yang apik membuat nama Nariman mulai dikenal oleh berbagai kalangan, khususnya di dunia konstruksi. Makanya pada tahun 2014, Nariman kembali dipercaya rangkap jabatan. Kali ini, dia diangkat sebagai Komisaris PT Wijaya Karya Beton Tbk, anak usaha Wika lainnya.

Tahun 2016, Nariman yang masih menjabat sebagai General Manager Sipil Utama diangkat menjadi Komisaris Wika Gedung. Hingga akhirnya pada April tahun lalu, Nariman yang tak pernah menembus level direksi dalam kariernya ketika itu merasa terkejut karena tiba-tiba ditunjuk menjadi Direktur Utama Wika Gedung.

Bahkan, tugas Nariman terbilang tak ringan karena harus menyiapkan perusahaan ini untuk menawarkan saham perdana atau initial public offering (IPO) di akhir tahun lalu.

Meski terkejut, tapi Nariman mengaku siap memegang amanat baru tersebut. Terlebih, bidang konstruksi bangunan atau properti yang jadi spesialisasi Wika Gedung dianggapnya cukup menantang.

Optimisme memang menjadi hal penting bagi Nariman dalam menjalani karier profesionalnya. Menurutnya, rasa optimisme yang diusung pemimpin akan turut mempengaruhi kinerja para karyawan yang ada di bawahnya.

Setidaknya, hal ini berhasil dilakukannya dalam setahun terakhir Nariman memimpin Wika Gedung. Sebagai pemimpin, menurutnya, ada beberapa hal yang langsung dilakukan untuk perusahaan, terutama adalah bagaimana membangun perusahaan dari dalam. "Saya berusaha menjadi contoh atau role model kepada karyawan untuk memberi pembuktian kinerja yang bisa membangun perusahaan," ungkapnya.

Nariman yakin, dengan mengaplikasi contoh ke pegawai, maka perusahaan akan berkembang. Menurut pria berusia 55 tahun ini, memberi contoh bagaimana pimpinan menerapkan dan melakukan tugas dengan rasa tanggung jawab akan membawa efek positif. Dengan begitu maka kepercayaan baik ke atasan maupun bawahan akan tercipta.

Tak hanya itu, sebagai pemimpin, Nariman ingin pegawai juga memiliki empati dan bijaksana serta memiliki kecerdasan dan pengetahuan yang mumpuni. Dengan begitu maka pegawai bisa menjalankan tugas-tugasnya secara maksimal.

"Selalu bilang ke teman-teman untuk kaidah tersebut dipegang benar-benar, dan setelah menjalankannya, output pekerjaan akan jadi tolak ukur yang baik dan bagus untuk pegawai mendapat remunerasi dan penghargaan sehingga menjadikan pegawai mendapat jabatan yang selanjutnya," sebut Nariman

Dengan langkah pembangunan kinerja perusahaan dari dalam itulah, Nariman menaruh target-target dan rencana pengembangan bisnis Wika Gedung lebih tinggi. Pada tahun ini, Nariman yakin perusahaannya akan memperoleh kontrak sebesar Rp 16,59 triliun, naik sebesar 28,2% dari realisasi tahun 2017.

Total kontrak dihadapi ini terdiri kontrak baru tahun 2018 sebesar Rp 7,83 triliun dan carry over tahun 2017 sebesar Rp 8,76 triliun. Komposisi perolehan kontrak baru 2018 direncanakan berasal dari pemerintah: 30%, BUMN 30%, dan Swasta 40%.

Hingga Februari 2018, WEGE telah membukukan kontrak baru Rp 768,2 miliar. Kontrak berasal dari proyek pembangunan ruko & Sekolah Podomoro Golf View, perluasan gedung terminal penumpang Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Transmart Majapahit Semarang, dan Transmart Pekalongan.

WEGE juga siap mengembangkan bisnis terkait infrastruktur yang menjadi program pemerintah. Antara lain di bidang kebandarudaraan, transportasi massal termasuk infrastruktur sosial seperti rumah sakit dan pendidikan.

Tidak hanya mengejar bisnis jasa konstruksi, WEGE juga akan mulai berinvestasi pada penyediaan properti di bidang transportasi dan infrastruktur sosial. Hal ini dilakukan sejalan dengan fokus pemerintah dalam mengembangkan infrastruktur dan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di tahun 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×