kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Momentum koreksi di pasar modal dapat dimanfaatkan untuk masuk ke reksadana


Senin, 21 Juni 2021 / 21:29 WIB
Momentum koreksi di pasar modal dapat dimanfaatkan untuk masuk ke reksadana
ILUSTRASI. Reksadana.


Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pekan lalu Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, mengindikasikan bahwa kenaikan suku bunga dapat terjadi pada tahun 2023 dan pengurangan likuiditas atau tapering off yang akan dilakukan. Adanya isu tersebut, membuat gejolak di pasar global, tak terkecuali pasar reksadana.

Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menjelaskan, dampak dari tapering biasanya akan terlihat dari aliran uang ke emerging market, dan fluktuasi pasar, itupun akan terjadi jika komunikasinya tidak dilakukan dengan baik, dan likuiditas berkurang drastis.

Rudiyanto menilai, saat ini likuiditas sedang baik dan cenderung tinggi, baik itu di AS, maupun di Indonesia. Hal ini terlihat dari terus meningkatnya dana masyarakat di perbankan dan kepemilikan terhadap surat utang negara. Sehingga, saat ini dampaknya hanya akan terjadi pada fluktuasi harga.

“Secara risk and return, reksadana berbasis saham memiliki volatilitas yang tinggi sehingga akan berdampak, tapi perlu dipahami juga bahwa tapering hanya salah satu sentimen. Masih ada sentimen-sentimen lain, baik yang positif ataupun negatif yang bisa datang bergantian,” kata Rudiyanto kepada Kontan.co.id, Senin (21/6).

Baca Juga: Minat investor di obligasi ritel berpotensi tetap tinggi di tengah pandemi

Dengan volatilitas yang terjadi saat ini, Rudiyanto menilai dampaknya akan terasa pada reksadana saham, pendapatan tetap, dan campuran, yang membedakan hanya tingkatannya saja.

Rudiyanto menilai tapering juga menimbulkan gejolak pada harga saham dan obligasi di AS dan negara lainnya, sehingga reksadana dolar AS juga akan mengalami gejolak selayaknya saham dan obligasi di Indonesia. Ia menyarankan untuk melihat kembali ke outlook saham negara yang menjadi aset dasarnya.

Dengan likuiditas yang berlimpah, Rudiyanto menilai gejolak pada harga obligasi bisa dimanfaatkan sebagai momentum untuk masuk ke reksadana pendapatan tetap dan campuran. Ia menambahkan bahwa angka inflasi Indonesia yang rendah juga turut mendukung hal tersebut.

Untuk reksadana berbasis saham, jika lonjakan kasus Covid-19 dapat dikendalikan di semester kedua, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mempunyai peluang naik ke level 6.700-6.800 di akhir tahun. 

“Dengan volatilitas yang tinggi, momentum penurunan juga dapat dimanfaatkan untuk kesempatan masuk,” jelasnya.

Saat ini, menurutnya strategi yang dapat dilakukan adalah dengan cara diversifikasi dan melakukan penambahan secara bertahap pada saat harga turun.

Selanjutnya: Reksadana pasar uang kembali jadi reksadana dengan kinerja paling apik di pekan lalu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×