kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,74   -6,61   -0.71%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menuju penetapan emisi Euro IV, Pertamina harus tetap salurkan Premium


Minggu, 08 April 2018 / 20:09 WIB
Menuju penetapan emisi Euro IV, Pertamina harus tetap salurkan Premium
ILUSTRASI. Pengisian BBM jenis Premium di SPBU Pertamina


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memiliki udara kota yang bersih tentu jadi idaman seluruh masyarakat. Untuk mencapainya, Pemerintah Indonesia pun meniru cara pemerintah di negara-negara Eropa untuk mengurangi emisi.

Caranya dengan menetapkan aturan pemberlakukan emisi Euro IV pada 2017 lalu. Melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017, mobil bermesin bensin harus menggunakan bahan bakar minyak (BBM) Low Sulfur High Quality berstandar Euro IV seperti Pertamax dan Pertamax Turbo mulai September 2018 dan mesin diesel mulai 10 Maret 2021.

Namun kenaikan harga minyak mentah dunia berhasil mengerek harga BBM umum. Sementara harga BBM subsidi seperti solar subsidi dan BBM penugasan seperti premium dipaksa tidak naik harga oleh pemerintah. Alasannya daya beli masyarakat yang masih rendah.

Keputusan pemerintah tersebut pun akan mengganjal penetapan aturan emisi Euro IV. Masyarakat tentu akan lebih banyak menggunakan premium karena harganga yang lebih terjangkau.

Sayangnya, masyarakat juga kesulitan mendapatkan premium. Badan Pengatur Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) pernah menyatakan kelangkaan premium terjadi di sejumlah daerah di Sumatera seperti Lampung dan Riau.

Pemerintah pun angkat bicara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengaku telah menegur keras Pertamina terkait kelangkaan premium. Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno selaku pemegang saham bahkan sampai mengganti susunan Direksi Pertamina karena banyaknya kasus kelangkaan premium sejak semester II 2017. Sayangnya, perubahan susunan Direksi Pertamina tidak diikuti dengan penambahan direktur baru.

Alhasil sampai saat ini Pertamina masih tetap bergumul dengan masalah distribusi Premium. Terlebih lagi pemerintah menegaskan akan tetap meminta Pertamina menyalurkan premium biarpun sebentar lagi penetapan Emisi Euro IV akan dimulai.

"Sekarang ini kebijakan tentang premium adalah pemerintah meminta Pertamina untuk menyalurkan premium sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan," ujar Anggota Komite BPH Migas Muhammad Ibnu Fajar ke Kontan.co.id pada Sabtu (8/4).

Bahkan Ibnu bilang pemerintah telah menetapkan Permen ESDM Nomor 13/2018 untuk menghilangkan perijinan untuk mendirikan penyalur sehingga dapat memperbanyak jumlah sub penyalur atau penyalur di seluruh wilayah NKRI. Menurut Ibnu, pemerintah juga siap menambah kuota premium jika dibutuhkan.

Biarpun menurutnya, persoalan kelangkaan premium bukan soal kuota volume premium. Kuota volume premium 2018 untuk non Jawa Madura Bali (Jamali) yang telah ditetapkan oleh BPH Migas karena realisasi premium Januari-Maret 2018 untuk Non Jamali masih jauh di bawah kuota 2018 dan di bawah realisasi Januari-Maret 2017.

"Artinya, kuota masih mencukupi, namun jika diperlukan penambahan kuota premium, dapat dilakukan penambahan tanpa merubah APBNP karena premium adalah BBM non subsidi," imbuhnya.

Pengamat energi dari UGM, Fahmy Radhi bilang Pertamina cenderung mengelak untuk menjalankan penugasan distribusi BBM lantaran di tengah kenaikkan harga minyak dunia Pemerintah tidak menaikkan harga BBM. Untuk menekan potensi penurunan pendapatan, Pertamina melakukan berbagai manuver termasuk pengurangan pasokan Premium sehingga menyebabkan kelangkaan BBM di sejumlah daerah.

Pertamina juga menaikkan harga Pertalite yang menyebabkan disparitas harga Pertalite dan Premium menjadi menganga sebesar Rp. 1.450 per liter. Dampaknya, terjadi remigrasi ke Premium sehingga meningkatkan permintaan Premium.

Dalam kondisi tersebut, Pertamina tidak menambah pasokan Premium untuk antisipasi remigrasi sehingga kelangkaan Premium semakin parah. Pertamina justru gencar mengkampanyekan penghapusan premium sebagai upaya mengurangi potensi kerugian dengan dalih pemberlakuan Euro-4. Padahal, batas akhir waktu penetapan Euro-4 pada 2022.

"Kalau dipaksakan Premium dihapus sekarang akan menimbulkan resistensi dari konsumen, utamanya kosumen kelas bawah," kata Fahmy ke Kontan.co.id pada Minggu (8/4).

Penghapusan Premium juga akan mengacaukan program BBM Satu Harga, yang baru berlangsung. "Masak, rakyat di Indonesia Timur yang baru menikmati harga Premium Rp. 6.450 harus dipaksa menggunakan Pertalite dan Pertamax yang harganya jauh lebih mahal," imbuh Fahmy.

Selain itu, penghapusan Premium juga akan memicu meroketnya inflasi pada saat harga minyak dunia membumbung tinggi. Dampak inflasi, harga-harga kebutuhan pokok semakin membengkak, yang semakin menurunkan daya beli masyarakat dan semakinĀ  memberatkan bagi rakyat miskin, berpendapatan tetap.

Menurut Fahmy, berbagai upaya yang dilakukan Pertamina untuk mengurangi potensi kerugian sesungguhnya sebagai bentuk pembangkangan Pertamina terhadap Penugasan distribusi BBM. "Sebagai National Oil Company, Pertamina tidak seharusnya semata-mata berorientasi profit, tetapi juga harus berorientasi pada peningkatan daya beli masyarakat dan mengurangi beban rakyat," tegas Fahmy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×