kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,34   -8,02   -0.86%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menilik dampak relaksasi pajak barang mewah properti terhadap pertumbuhan ekonomi


Jumat, 19 Oktober 2018 / 20:18 WIB
Menilik dampak relaksasi pajak barang mewah properti terhadap pertumbuhan ekonomi
ILUSTRASI. Proyek pembangunan perumahan


Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kucuran insentif dari pemerintah bagi sektor properti belum berakhir. Teranyar, Kementerian Keuangan menyatakan tengah mengkaji rencana penghapusan Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atas properti.

Insentif tersebut tengah dikaji guna mengurangi beban biaya pengembang dan mendorong gairah industri sektor properti.

Kendati begitu, Badan Pusat Statistik mencatat, kontribusi real estate sendiri terhadap produk domestik bruto (PDB) terbilang kecil, yaitu hanya 2,74% per kuartal kedua lalu. Angka ini cenderung melambat dibanding kuartal sebelumnya yang sebesar 2,81% dari PDB.

Sementara, tren laju pertumbuhan PDB real estate juga melambat. Tahun lalu, pertumbuhan PDB real estat mencapai 3,68%. Di tahun 2018, laju pertumbuhan bergerak melambat menjadi 3,23% pada kuartal pertama dan 3,11% pada kuartal kedua.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede, mengatakan, ia belum melihat sektor properti akan mengalami momentum kebangkitan dalam waktu dekat.

"Tren suku bunga sempat rendah, lalu sekarang mulai kembali tinggi dan BI membuat kebijakan LTV (loan to value), tapi sektor properti belum bangkit juga," ujar Josua, Jumat (19/10).

Langkah pemerintah mengkaji pelonggaran PPh 22 dan PPnBM properti, menurut Josua, bukan suatu hal yang salah. Hanya saja, ia menilai dampaknya tak akan begitu signifikan bagi pasar properti yang masih dirundung tekanan berkepanjangan dan tren suku bunga tinggi.

"Insentif itu arahnya buat yang menengah ke atas dan mungkin memang bisa meng-offside dampak kenaikan suku bunga. Tapi, dengan pertumbuhan ekonomi yang masih di kisaran 5%, tampaknya sektor properti belum akan terdongkrak," lanjut Josua.

Belum lagi, segmen properti menengah ke atas juga mengalami kondisi oversupply. Minat beli masyarakat dinilai Josua masih akan mandek terutama jelang tahun politik 2019.

"Belum lagi kasus-kasus properti dan apartemen belakangan ini membuat pembeli menahan diri," pungkasnya.

Di sisi lain, Head of Economic & Research UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja menilai kebijakan pelonggaran pajak pemerintah lebih ditujukan pada sektor-sektor pendukungnya.

Hal ini lantaran sektor properti memiliki imbas pada cukup banyak sektor lain yang dapat menstimulasi kegiatan perekonomian.

"Sektor properti kan merambat ke sektor tenaga kerja, sektor pendukung berbasis bahan baku lokal lainnya. Diharapkan stimulus sektor properti bisa membiakkan sektor lainnya," ujar Enrico, Jumat (19/10).

Adapun, Enrico sepakat insentif pajak barang mewah terhadap properti bakal berdampak mengurangi kondisi oversupply. Pasalnya, permintaan terhadap properti saat ini didominasi oleh segmen menengah ke bawah.

Soal seberapa besar pengaruh insentif pajak terhadap kontribusi sektor properti terhadap PDB, Enrico tak bisa memprediksi. "Tapi kalau kontribusi sektor konstruksi secara keseluruhan itu masih akan di atas 10%, hanya mungkin melambat dibanding tahun lalu," ujar Enrico.

Sementara, Josua memproyeksi, kontribusi sektor real estate terhadap PDB maupun laju pertumbuhannya sendiri masih akan tertahan di tahun depan.

"Masih akan stuck di bawah level 5% di tengah datarnya geliat sektor properti karena depresiasi rupiah dan kenaikan harga bahan-bahan bangunan," tandas Josua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×