kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri mebel optimistis tembus ekspor US$ 2 miliar di 2019


Kamis, 06 Desember 2018 / 18:10 WIB
Industri mebel optimistis tembus ekspor US$ 2 miliar di 2019
ILUSTRASI. PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD)


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pasar industri mebel di luar negeri kian bergairah. Sebagai pemasok kayu alam terbesar di dunia, Indonesia punya kesempatan untuk menggenggam pasar lebih banyak lagi. Sayangnya persoalan daya saing yang belum mumpuni masih membayangi pelaku manufaktur mebel dalam negeri.

Abdul Sobur, Sekjen Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) pertumbuhan permintaan mebel di dunia saat ini diperkirakan mencapai 8%-10%. Pertumbuhan tersebut disokong oleh menguatnya ekonomi makro di negara-negara penyerap mebel yang besar seperti Amerika Serikat (AS) dan China.

"Namun pertumbuhan tersebut tidak siginifikan diperoleh Indonesia," ujar Abdul kepada Kontan.co.id, Kamis (6/12). Dari segi pertumbuhan nilai ekspor, Indonesia masih tertinggal dengan China yang diperkirakan mampu growth 8% di tahun ini dan Vietnam lebih tinggi lagi 12%-15%.

Secara nilai pun, dibandingkan Malaysia yang tahun ini ekspornya diproyeksikan US$ 2,5 miliar, Indonesia diprediksi meraup US$ 1,8 miliar untuk ekspor mebel kayunya di 2018. "Pertumbuhannya sekitar 4%-5% sampai akhir tahun ini," terang Abdul.

Sementara di 2019 nanti diharapkan ekspor mebel nasional mampu menembus US$ 2 miliar. Adapun menurut HIMKI, realisasi yang terjadi sampai kuartal tiga tahun 2018 sekitar US$ 1,67 miliar atau meningkat 3%-4% year on year (yoy).

Menurut Abdul, dengan pertumbuhan yang positif di dunia ini sebenarnya sebenarnya tidak ada masalah untuk market ekspor bertumbuh. "Persoalannya bukan eksternal, soalnya market dunia terbuka. Daya saing industri Indonesia tidak kuat, ini bukan hanya untuk mebel saja," ungkapnya.

Beberapa persoalan yang dihadapi industri datang dari regulasi, baik fiskal maupun perijinan penggunaan kayu. "Seperti subsidi untuk peremajaan mesin, kami sudah usulkan agar ada subisidi misal 20%-30% saja," kata Abdul.

Kemudian ada beberapa beban biaya untuk Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), HIMKI sudah sejak lama mengharapkan agar SVLK di hilir dapat dicopot karena tidak signifikan. "Lantas bagaimana dengan China, Malaysia, Singapura yang juga pakai kayu (dari Indonesia) tapi tidak pakai (SVLK). Ini justru melemahkan daya saing," keluh Abdul. Perhatian pemerintah sangat diharapkan HIMKI, apalagi industri ini dinilai mempunyai local content yang tinggi sekitar 89% bahan baku berasal dari dalam negeri.

Sementara itu bagi produsen mebel kayu, PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) peningkatan penjualan ekspor memang menjadi fokus bagi perseroan. Perusahaan bakal mengandalkan produk furnitur knockdown yang bersifat mudah dibongkar pasang.

Permintaan terhadap produk furnitur tersebut memang tergolong tinggi seiring pertumbuhan e-commerce, khususnya di AS. WOOD juga akan mengembangkan desain produk furnitur baru dengan kombinasi antara rotan, besi, dan kayu yang diharapkan dapat memberi nilai tambah dan keunikan di tengah persaingan pasar ekspor yang terbilang kompetitif.

Wang Sutrisno, Direktur Keuangan WOOD mengatakan perseroan tetap berupaya memperluas pangsa pasarnya dengan menambah negara tujuan ekspor. "WOOD sedang menjajaki perluasan negara tujuan ekspor ke kawasan Eropa, Timur Tengah, dan Asia Tenggara," kata Wang, Kamis (6/12).

Di 2019 kedepan manajemen memproyeksikan pertumbuhan penjualan mencapai 30%. Potensi pertumbuhan tersebut cukup terbuka mengingat ada kemungkinan perang dagang antara AS dan China masih berlanjut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×