kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indef: Industri makanan dan minuman jadi kunci pertumbuhan ekonomi 2019


Rabu, 28 November 2018 / 21:18 WIB
Indef: Industri makanan dan minuman jadi kunci pertumbuhan ekonomi 2019
ILUSTRASI. Seminar Proyeksi Ekonomi Indonesia


Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor industri pengolahan masih menjadi penyumbang utama perekonomian Indonesia, meski mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Namun pertumbuhan industri pengolahan nonmigas terbilang masih cukup baik. Industri makanan dan minuman yang terakselerasi hingga 8% year-on-year (yoy) sepanjang kuartal III-2018 dibanding pertumbuhan industri pengolahan secara keseluruhan yang hanya tumbuh di bawah 5%.

Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menyorot prospek industri makanan dan minuman di tahun depan dalam ritual tahunannya, Proyeksi Ekonomi Indonesia 2019 yang dirilis hari ini, Rabu (28/11). 

Ekonom Indef Eko Listiyanto memproyeksi industri ini bakal tumbuh sekitar 8,5% yoy di tahun depan. "Industri makanan minuman menjadi sektor yang kami harapkan bisa terdorong dari kontribusinya yang besar bagi ekonomi nasional dan konsumennya besar juga," kata Eko, Rabu (28/11).

Namun, Indef mematok target pertumbuhan yang terbilang moderat bagi industri makanan dan minuman. Sebab, tantangan yang mesti dihadapi industri ini tahun depan cukup kompleks.

Pertama, perlambatan ekonomi dunia yang berpotensi menggerus permintaan sehingga industri makanan dan minuman berorientasi ekspor akan tertekan. Lantas, langkah perluasan pasar ke negara-negara tujuan baru mesti dilakukan.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman menambahkan, tantangan lain juga datang dari kenaikan harga minyak serta suku bunga. "Kenaikan ini membuat biaya kami meningkat, produksi maupun biaya pinjaman meningkat sehingga margin semakin tipis," ujar Adhi, Rabu (28/11).

Belum lagi, jika perang dagang berlanjut, Adhi khawatir ada potensi industri makanan dan minuman akan kebanjiran produk dari China yang dialihkan dari Amerika Serikat (AS) lantaran terkena bea masuk yang tinggi. 

"Indonesia menjadi sasaran paing empuk di Asia Tenggara karena besar jumlah penduduknya. Bea masuk pun sudah nol pula," kata Adhi.

Fluktuasi nilai tukar rupiah juga diproyeksi Indef masih akan berlanjut di tahun depan, meski belakangan menunjukkan penguatan. Depresiasi kurs ini bakal memengaruhi industri makanan dan minuman, mengingat masih besarnya bahan baku dan penolong yang diimpor.

Untuk itu, Adhi mengatakan, pelaku industri makanan minuman berencana meninjau proyeksi ini dan menaikkan harga sekitar 5% di tahun depan.

Indef dan Gappmi berharap industri makanan minuman masih bisa terdorong oleh konsumsi domestik yang meningkat. Tambahan jumlah penduduk Indonesia sebesar 4 juta setiap tahunnya menjadi tumpuan pertumbuhan industri ini ke depan.

Selain itu, pesta demokrasi Pemilihan Presiden dan Legislatif juga diharapkan bisa turut mengerek pertumbuhan industri ke level yang lebih tinggi. "Gapmmi masih cukup optimistis memproyeksi pertumbuhan industri di kisaran 8,5% - 9%," ujar Adhi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×