kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

ICW sebut gugatan Sjamsul Nursalim terhadap auditor BPK salah alamat


Selasa, 11 Juni 2019 / 15:31 WIB
ICW sebut gugatan Sjamsul Nursalim terhadap auditor BPK salah alamat


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai gugatan tersangka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)  Sjamsul Nursalim kepada I Nyoman Wara selaku auditor Badan Pemeriksa Keungan (BPK) salah alamat.

“Setidaknya ada 5 alasan bahwa gugatan perdata Nursalim salah alamat,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/6).

Pertama, audit BPK yang dilakukan pada tahun 2017 lalu telah dibenarkan oleh Hakim pada persidangan dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung. Saat pembacaan putusan, Tumenggung secara sah dan meyakinkan telah terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun karena menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Nursalim.

Kedua, audit BPK dengan jenis pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau investigatif tidak membutuhkan tanggapan dari pihak yang diperiksa. Dalam beberapa pernyataan, kuasa hukum Nursalim menyebutkan bahwa audit yang dilakukan BPK tidak sah karena belum melampirkan tanggapan dari pihak yang diperiksa.

Ketiga, audit yang dilakukan oleh BPK dilakukan atas permintaan KPK dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham atau Surat Keterangan Lunas kepada Sjamsul Nursalim selaku Pemegang Saham Pengendali BDNI pada tahun 2004.

Keempat, audit BPK yang dilakukan pada tahun 2002, 2006, dan 2017 tidak bisa disamakan. Sebab pada prinsipnya ruang lingkup audit berbeda satu sama lain. Jika dibaca lebih rinci, audit BPK tahun 2002 merupakan audit investigatif, audit BPK tahun 2006 adalah audit kinerja, dan audit BPK tahun 2017 adalah merupakan audit investigatif dalam rangka perhitungan kerugian negara.

Kelima, seorang ahli yang memberikan kesaksian di muka persidangan tidak bisa dituntut secara pidana maupun perdata atas keterangan yang disampaikan. Hal ini diatur dalam Pasal 32 ayat (1) United Convention Against Corruption yang telah diratifikasi dalam UU No 7 Tahun 2006 yang menyebutkan bahwa seorang ahli harus mendapat perlindungan dari negara terkait dengan keterangan yang disampaikan di muka persidangan.

Hal tersebut pun diperkuat oleh resolusi yang diadopsi melalui mekanisme United Nations Human Rights Council nomor 35/25 tentang Dampak Negatif Korupsi dalam Penikmatan Hak Asasi Manusia.

Dalam resolusi itu, dinyatakan bahwa negara anggota Perwakilan Bangsa-Bangsa dimana Indonesia termasuk di dalamnya, wajib untuk untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi masyarakat sipil, pelapor, saksi, aktivis antikorupsi, jurnalis, jaksa, pengacara, hakim, dan individu dari segala ancaman karena berupaya mencegah dan melawan korupsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×