kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45933,94   -29,79   -3.09%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga minyak WTI melemah ke US$ 52,46 per barel, penguatan dolar AS jadi biang keladi


Kamis, 28 Januari 2021 / 17:25 WIB
Harga minyak WTI melemah ke US$ 52,46 per barel, penguatan dolar AS jadi biang keladi
ILUSTRASI. Harga minyak WTI turun 0,7% pada hari ini


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sempat menguat usai data stok minyak Amerika Serikat (AS) yang turun di pekan lalu, harga minyak mentah kembali terkoreksi pada perdagangan hari ini. 

Mengutip Bloomberg, pukul 17.00 WIB, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengriman Maret 2021 turun 0,74% ke level US$ 52,46 per barel.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim menjelaskan, pelemahan harga minyak WTI terjadi karena sikap Federal Reserve yang tidak terlalu mendukung tentang stimulus yang diajukan pemerintah. Hal ini mengakibatkan indeks dolar AS menguat dan akhirnya memberikan tekanan pada harga komoditas, termasuk minyak. 

“Selain itu, pandemi Covid-19 yang justru terlihat semakin parah pun turut menekan permintaan terhadap minyak seiring beberapa negara memberlakukan lockdown. Permintaan di China pun kemungkinan akan turun karena pada perayaan imlek karena tidak ada perayaan besar-besaran yang artinya akan kurangi konsumsi bahan bakar yang cukup besar,” kata dia kepada Kontan.co.id, Kamis (28/1).

Baca Juga: Harga minyak koreksi terseret penguatan dolar AS dan penundaan vaksin di Eropa

Sementara analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf menambahkan, saat ini semua berita yang berpotensi mendorong harga minyak sudah price in. Artinya, pasar sudah mengantisipasi bahwa pemerintah AS di bawah kepemimpinan Joe Biden akan menggelontorkan stimulus besar-besar dan harga sudah naik duluan. 

Lebih lanjut, dia melihat ke depannya ada keraguan dari pasar apakah stimulus tersebut bakal diloloskan oleh Senat, mengingat dari Republik ada keberatan mengenai besaran stimulusnya. 

Jika Senat menolak, ataupun nilai paket stimulus kurang dari US$ 1,9 triliun, kemungkinan akan meningkatkan kekhawatiran bahwa dana tersebut tidak cukup untuk memulihkan ekonomi di Negeri Paman Sam.

“Jika pemulihan ekonomi AS tersendat, akan berpengaruh pada pemulihan ekonomi global dan berdampak pada berkurangnya permintaan bahan bakar. Ditambah lagi, dengan adanya lockdown di beberapa negara, berimbas pada berkurangnya permintaan bahan bakar,” imbuh Alwi.

Dia memperkirakan, harga minyak akan tergantung pada suksesnya program vaksinasi Covdi-19 serta kelanjutan stimulus dari The Fed. Kedua faktor tersebut dinilai akan menjadi penentu bagi pemulihan ekonomi global

Sementara Ibrahim bilang, ada sentimen positif yang mungkin mengangkat harga minyak, yakni potensi masalah geopolitik. Saat ini, China baru saja meresmikan UU tentang kewilayahan di mana penjaga perbatasan di laut boleh melakukan penembakan kapal asing yang melanggar wilayah teritorial.

Baca Juga: Harga minyak mentah naik, terangkat penurunan stok AS

“UU ini ditolak oleh beberapa negara perbatasan yang keberatan dengan kebijakan tersebut. Jika terus berlanjut, masalah geopolitik yang memanas tentu berpotensi jadi katalis positif untuk harga minyak,” terang Ibrahim.

Dia pun memperkirakan, untuk setahun ke depan harga minyak WTI akan berada pada kisaran US$ 40 - US$ 60 per barel. 

Sementara proyeksi Alwi, minyak WTI akan ada dalam kisaran pada rentang US$ 42,30 - US$ 65,60 per barel. Adapun untuk akhir tahun, Alwi memperkirakan harga minyak akan di level US$ 55 per barel.

Selanjutnya: OJK ingin fintech P2P lending punya 8 juta peminjam baru di 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet Using Psychology-Based Sales Tactic to Increase Omzet

[X]
×