kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga bahan pakan ternak menahan kinerja industri poultry


Minggu, 31 Maret 2019 / 15:54 WIB
Harga bahan pakan ternak menahan kinerja industri poultry


Reporter: Aloysius Brama | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri poultry mendapat tantangan berat untuk melanjutkan kinerja positif tahun lalu. Awal tahun ini, ada beberapa isu yang bisa memengaruhi laju industri ini. Salah satunya adalah harga bahan pakan ternak. Hal ini mengingat 80% biaya yang harus dikeluarkan oleh industri poultry tergantung pada komoditas itu.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Desianto Budi bilang kondisi harga jagung membuat pelaku usaha harap-harap cemas. Harga jagung yang merupakan komoditas utama pembuatan pakan ternak hingga hari ini masih tinggi.

Diakui Desianto antara dua hingga tiga pekan lalu harga jagung memang sempat turun. Meski begitu harganya masih bergerak di atas rekomendasi harga Menteri Perdagangan yakni di kisaran Rp 4.800 hingga Rp 5.100 per kilogram. “Kalau mengacu pada peraturan Kementerian Perdagangan, harusnya ada di harga Rp 4.000 per kg,” kata Desianto ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (29/3).

Sebelumnya harga jagung merupakan salah satu komoditas yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 Tahun 2018 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani. Desianto berharap panen raya yang diperkirakan akan terjadi sekitar bulan April, bisa menjadi katalis untuk menekan harga jagung.

Selain harga jagung, kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat juga masih membayangi industri ini. Lantaran beberapa bahan pakan ternak mesti dipenuhi melalui impor, laju industri poultry, seperti lini industri lain pada umumnya, sangat bergantung pada pergerakan rupiah. Bahan-bahan seperti vitamin, premix, mineral, serta macam-macam mills belum bisa dipenuhi dari produsen dalam negeri.

Meski persentasenya hanya 35% saja, tapi Desianto mengatakan hal itu berpotensi memberatkan pelaku usaha. “Kami sempat sangat ketar-ketir ketika rupiah mencapai Rp 15.000 beberapa waktu lalu,” terang Desianto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×