kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Giant tutup, Aprindo: Sediakan produk sesuai kelas masyarakat


Selasa, 25 Juni 2019 / 20:21 WIB
Giant tutup, Aprindo: Sediakan produk sesuai kelas masyarakat


Reporter: Amalia Fitri | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Gerai ritel modern, Giant, yang dimiliki oleh PT Hero Supermarket Tbk, dikabarkan akan menutup enam gerainya di kawasan Jabodetabek mulai 28 Juli 2019 mendatang.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta berpendapat jika toko ritel yang tutup tersebut, belum dapat bersaing dengan sesama pemain dan tidak bisa menutup biaya kebutuhan perusahaan sendiri.

"Dalam market yang terbatas, dengan pemain yang banyak pasti ada yang kalah. Berbeda dengan 30 tahun lalu, dimana pertumbuhan toko-toko ritel belum cukup banyak memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun sekarang sudah ada beragam jenis, supermarket, minimarket, hingga hypermarket," tuturnya saat dihubungi Kontan, Selasa (25/6).

Ia melanjutkan, strategi yang dapat dilakukan oleh para peritel agar tetap relevan adalah memilih lokasi yang dekat dengan konsumen. Di samping itu, jenis barang yang ditawarkan juga selaras dengan kelas masyarakatnya.

"Jangan memasang produk high-end, di kawasan low-end, harus sesuai. Dengan begitu, minimal peritel pasti akan didatangi konsumen atau mendapatkan marjin profit yang pas," lanjutnya.

Tutum berpendapat, peritel juga tidak harus mengekor strategi toko ritel yang menjadikan tempatnya sebagai one stop entertainment, seperti yang dilakukan oleh Transmart Carefour.

Menurutnya, tiap toko ritel perlu memiliki target market dan format marketing masing-masing agar tidak menciptakan kejenuhan pasar ritel.

Lebih lanjut, bahkan dalan strategi yang dijalankan Transmart Carefour, pihak peritel saling menopang agar tercipta 'impas buying'. Langkah itu pun, menurut Tutum, memerlukan biaya tak sedikit.

"Lima tahun ini, perkembangan terus terjadi dari waktu ke waktu. Awalnya, toko ritel ada di pusat kota dan dianggap sebagai 'wisata' di pusat perbelanjaan. Para pengembang pun menawarkan biaya murah untuk sewa tempat. Tapi sekarang, (toko ritel modern) menyebar ke daerah kecil. Sehingga tidak lagi spesial," ujar Tutum.

Dirinya menambahkan, pembangunan masif toko ritel di tiap daerah juga belum tentu sehat secara strategi. Walau bertumbuh secara jumlah, keuntungan wajib dijaga mengingat saat ini siapapun juga bisa berjualan via internet.

"Kecuali jika diikuti juga dengan daya beli masyarakat dan keadaan ekonomi yang bagus, maka pertumbuhan bisa mencetak nilai positif," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×