kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom ADBI prediksi cadangan devisa Maret mencapai US$ 125 miliar ​


Jumat, 29 Maret 2019 / 17:10 WIB
Ekonom ADBI prediksi cadangan devisa Maret mencapai US$ 125 miliar ​


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Asia Development Bank Institute (ADBI) Eric Sugandi memprediksi posisi cadangan devisa (cadev) pada Maret 2019 akan meningkat sekitar US$ 2 miliar menjadi US$ 125 miliar. Atau naik sekitar 1,62% dari Februari 2010 yang tercatat sebesar US$ 123,3 miliar.

Menurut Eric peningkatan cadev ini didorong derasnya aliran masuk dana asing melalui surat berharga negara (SBN) dan saham yang mencapai Rp 90 triliun. Di tengah derasnya arus dana asing, Bank Indonesia (BI) juga tidak banyak melakukan intervensi pasar.

"Karena rupiah juga relatif stabil di Maret sehingga penggunaan cadev untuk intervensi pasar juga relatif tidak besar," ujar Eric saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (29/3).

Kendati demikian, Eric menjelaskan beberapa kondisi yang tetap perlu menjadi perhatian. Apabila Amerika Serikat (AS) benar-benar mengalami resesi, maka akan berpengaruh terhadap posisi cadev.

"Akan ada pengaruhnya ke cadev jika ekspor kita secara keseluruhan terdampak negatif," jelas dia.

Jika neraca dagang mengalami defisit, maka devisa dari perdagangan internasional berkurang. Apabila Resesi di AS terjadi, cadev juga bisa terpengaruh melalui jalur keuangan internasional. Investor global bisa mengurangi kepemilikan aset portofolio di emerging markets termasuk Indonesia, karena kondisi tidak stabil. Demikian juga arus investasi langsung alias foreign direct investment (FDI) ke Indonesia bisa melambat.

Gejala resesi AS terlihat dari imbal treasury bond tenor tiga bulan lebih tinggi bila dibandingkan dengan tenor 10 tahun. Imbal hasil treasury bond bertenor tiga bulan tercatat 2,46% (naik dari 1,73% tahun lalu), sedangkan tenor 10 tahun sebesar 2,43% (turun dari 3,20% dari tahun lalu). Kondisi yang sama seperti pada tahun 2006-2007 saat AS alami resesi.

Imbal hasil menggambarkan ekspektasi para investor. Pada kondisi normal, investor lebih senang dengan likuiditas ketimbang faktor keamanan. Sehingga obligasi bertenor pendek lebih diminati dan menyebabkan harga naik, sehingga imbal hasil turun. Sedangkan obligasi tenor panjang tidak diminati, sehingga harga rendah, dan menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×