kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Destry Damayanti punya lima strategi sebagai calon Deputi Gubernur Senior BI


Senin, 01 Juli 2019 / 20:46 WIB
Destry Damayanti punya lima strategi sebagai calon Deputi Gubernur Senior BI


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) Destry Damayanti telah menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di hadapan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Senin (1/7). Destry memaparkan punyai lima strategi sebagai calon DGS BI.

Pertama, optimalisasi kebijakan yang bersifat akomodatif. Untuk merealiasikan makro prudensial dan kebijakan lainnya diperlukan untuk stabilitas keuangan, dan pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan siklus bisnis dan keuangan.

Misalnya dalam situasi mencegah tekanan inflasi yang tinggi dan merespon kenaikan suku bunga global. BI perlu meningkatkan suku bunga acuan BI atau BI 7 Day Rate Repo (BI7-DRR).

Namun, dengan catatan BI harus tetap menjaga likuiditas sektor perbankan. “Dalam menjaga sistem keuangan, harus berpartisipasi dalam menjaga stabilitas keuangan,” tutur Destry.

Kedua, pendalaman sektor keuangan menjadi sangat penting untuk mendukung stabilitas ekonomi, dan juga mendukung pembiayaan pembangunan ekonomi. Terbatasnya sumber daya pemerintah dan logistik, menyebabkan sumber daya dari sektor swasta dan luar negeri menjadi sangat penting.

Destry memaparkan fakta yang ada sektor keuangan masih cenderung volatile. Rasio kredit terhadap PDB Indonesia hanya mencapai 37%. Sementara negara tetangga Thailand 85% dan Malaysia 115%.

Selanjutnya, rasio pasar modal dalam segi kapitasliasi pasar saham terhadap PDB di Indonesia sebesar 46% di mana Thailand mencapai 96% dan Malaysia 110%. Kemudian untuk rasio outstanding obligasi terhadap PDB Indonesia yakni 19%, sementara Thailand 80% dan Malaysia 100%.

Oleh karena itu menurut dia strategi lewat ekosistem keuangan yakni penyedia dana dari segi demand, pengguna dana dari sisi supply, lembaga intermedia sebagai penunjang, asuransi, sekuritas, pengayaan instruemen keuangan, pengayaan infrastruktur dan pendukung lembaga rating.

Di sisi lain, edukasi masyarakat harus kuat bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). BI harus mendukung sumber pembiayaan baru, penerbitan keuangan baru. Sehingga muncul harmonisasi terhadap instrumen pemerintah.

Ketiga, pengembangan sistem pembayaran yang lancar, aman, efisien dan instrusif. Perkembangan ekonomi digital dibarengi dengan perkembangan finansial yang besar. Dewasa ini, tantang perbankan merambah ke ranah digital sehingga tugas yang selama ini ditangani oleh perbankan teralihkan.

Dari sisi BI, hal ini menjadi tantangan pola transaksi. Sebab pelakunya tidak hanya bank dan non-bank. BI dituntut membuat sistem keuangan. Sebab, metode pembayaran semakin prospektif.

Destry memberi contoh, transaksi digital payment periode Maret 2018 sampai Februari 2019 tumbuh 73%. Sementara volume e-money tumbuh 40% sepanjang 2018. Total nilai transaksi e-money Rp 47 triliun, volume 2,9 miliar dan total e-money instrumen secara kumulatif mencapai 167 juta.

Dalam model bisnis teknologi pembayaran finansial (tekfin payment) paling banyak diminati oleh pelaku bisnis. “Berkembang sangat pesat mendatang, peran BI dalam sistem pembayaran harus kuat, melindungi konsumen, risiko perlu diawasi melalui sistem teknologi yang andal,” kata dia.

Agar bisa menangkap peluang model bisnis ini BI mendukung gerakan pembayaran elektronik dan non-tunai lewat pembayaran jalan tol, pembangunan daerah, dana desa, dan revitalisasi. Dia menekankan dampak dari pembangunan harus berdampak terhadap masyarakat, dengan catatan akses keuangan harus mampu dijangkau masyarakat sampai ke pelosok.

Keempat, Pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia pangsa pasar industri syariah masih sangat rendah. Pada April 2019 hanya mencatat 5,9% industri perbankan, industri 4,2% keuangan non-bank, 16% di pasar modal, dan 8,7% dari total industri keuangan Indonesia.




TERBARU

[X]
×