kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Debitur di wilayah bencana menanti restrukturisasi


Selasa, 18 Februari 2014 / 09:20 WIB
Debitur di wilayah bencana menanti restrukturisasi
ILUSTRASI. Kucing Japanese Bobtail


Reporter: Adhitya Himawan, Issa Almawadi | Editor: Dessy Rosalina

belakangan ini, Tribuana Tunggadewi sibuk mendata portofolio kredit Bank Negara Indonesia di beberapa wilayah yang terkena bencana. Salah satu prioritas adalah nasabah yang tinggal di sekitar Gunung Kelud, Jawa Timur.

Sekretaris Perusahaan Bank BNI ini perlu membuka kembali profil nasabah, termasuk angsuran kreditnya, untuk keperluan kantor. "Kalau kondisinya memenuhi kriteria untuk direstruktirisasi, maka kami akan melakukannya," ungkap Tribuana.
Sampai saat ini, menurut dia, kondisi nasabah Bank BNI di sekitar Gunung Kelud masih baik-baik saja. Bank pelat merah ini masih mendata apakah ada debitur mereka yang terkena dampak erupsi Gunung Kelud.

Sebelum memutuskan restrukturisasi atau tidak, BNI tentu akan cermat dalam mengkalkulasi efek bencana terhadap kelangsungan usaha nasabahnya. Sejatinya, BNI menerapkan kebijakan yang sama untuk nasabah yang terkena dampak gempa di Yogyakarta beberapa waktu lalu.

Bank berlogo angka 46 ini telah menetapkan kriteria nasabah yang masuk dalam kebijakan restrukturisasi dan pinjaman bagaimana yang bisa masuk kategori hapus buku (write off). Manajemen BNI juga masih menunggu keputusan pemerintah, apakah erupsi Gunung Kelud masuk bencana nasional atau tidak.

"Begitu ada pengumuman bencana nasional, maka berlakulah ketentuan itu. Tapi kami tidak memberlakukan secara massal, harus dilihat kondisi debitur apakah memenuhi kriteria atau tidak," ujar Tribuana. Namun BNI belum dapat memastikan potensi kredit macet atau non performing loan (NPL) dari bencana letusan Gunung Kelud.

Tribuana hanya bilang, di Kediri yang merupakan wilayah terdekat Gunung Kelud, BNI mencatat nilai outstanding kredit konsumtif sekitar Rp 56 miliar dan kredit produktif Rp 500 miliar. Bukan hanya nasabah di Gunung Kelud yang perlu mendapat perhatian. Debitur di wilayah bencana lainnya, seperti erupsi Gunung Sinabung Sumatera Utara dan bencana banjir Manado juga perlu mendapatkan prioritas restrukturisasi.

Bank Central Asia, misalnya, sudah memetakan potensi kredit bermasalah di wilayah bencana. Bank BCA memiliki jaringan cukup kuat hingga ke daerah. "Sejauh ini, potensi kredit macet kami di wilayah Gunung Sinabung sekitar Rp 6,5 miliar. Sementara wilayah Manado mencapai Rp 125 miliar. Sedangkan untuk erupsi Gunung Kelud, belum ada datanya," ungkap Jahja Setiatmadja, Presiden Direktur Bank BCA.

Jahja tak bisa memastikan langkah yang akan ditempuh BCA untuk mengatasi kredit macet. Bank swasta terbesar di Indonesia ini masih melihat sejauh mana pengaruh kredit macet ke bisnis mereka. "Bisa penundaan pembayaran bunga atau jika diperlukan restrukturisasi kredit," ujar dia.

Bank yang juga terkena dampak bencana alam adalah Bank Rakyat Indonesia. Bank pelat merah ini memperkirakan kualitas kredit di tiga wilayah bencana tersebut memburuk. "Pastinya ada potensi kredit macet, tapi tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kualitas kredit secara nasional," ucap Sekretaris Perusahaan Bank BRI, Muhammad Ali.

BRI mencatat, total kredit macet akibat peristiwa erupsi Gunung Sinabung dan banjir Manado mencapai Rp 160 miliar. Jumlah ini setara dengan 0,04% dari total kredit BRI secara nasional. BRI belum bisa memastikan data kredit macet akibat erupsi Gunung Kelud.

BRI berupaya memberikan solusi kepada para debitur kredit macet di tiga wilayah bencana. "Kami mempunyai mekanisme tahapan, mulai dari restrukturisasi pinjaman sampai dengan penghapus bukuan apabila restrukturisasi sudah tidak memungkinkan lagi," ungkap Ali.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan kebijakan perbankan khusus wilayah bencana. OJK menetapkan Kota Manado Sulawesi Utara dan beberapa kecamatan di Kabupaten Karo Sumatera Utara sebagai daerah yang mendapatkan perlakukan khusus terhadap kredit perbankan.

Kebijakan ini mengacu Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/15/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang perlakuan khusus terhadap kredit bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×